JAKARTA – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian menilai dibutuhkan sinergi dunia pendidikan vokasi dengan dunia usaha. Hal ini agar ke depan pendidikan vokasi mampu melahirkan para pengusaha muda yang handal.
Ditandaskan, perlu ada perubahan kebijakan vokasi di Indonesia agar mampu menciptakan para pengusaha muda. Dalam rapat Panja Vokasi Komisi X DPR RI dengan berbagai asosiasi pelaku usaha belakangan ini terungkap, banyak ketidaksesuaian kurikulum sekolah dengan dunia usaha.
“Kelembagaan Indonesia masih tertinggal untuk dapat menangani permasalahan-permasalahan vokasi. Di negara maju biasanya ada komite vokasi untuk menentukan arah pendidikan vokasi itu seperti apa,” ujar Hetifah.
Pihaknya berharap, perlu ada jembatan yang menghubungkan dua kepentingan antara dunia pendidikan vokasi dengan dunia usaha.
Pada Senin (10/2/2020), Komisi X DPR RI sempat menggelar rapat dengan HIPMI, APINDO, ASITA, PHRI, ABUJAPI, FTHR, dan perwakilan KADIN untuk membicarakan pendidikan vokasi di Indondesia.
Menurut Wakil Ketua Umum Kadin bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anthony J Supit, sebenarnya banyak negara memiliki masalah yang sama dengan Indonesia, seperti masalah mismatch dan kurikulum. Namun, biasanya negara-negara lain cukup cepat dalam menangani hal tersebut.
Lebih lanjut Hetifah berharap, Panja vokasi ini harus cepat menyampaikan aspirasi yang telah terserap kepada pembuat kebijakan, sebelum kebijakan itu diterbitkan. Lapangan usaha harus ada yang menciptakan dan SDM kita harus juga ada yang dilatih untuk itu.
“Tidak harus skala besar, yang penting bisa berjalan dan bertahan,” imbuh Hetifah.
Legislator dapil Kalimantan Timur itu mendesak HIPMI menjalin kerja sama dengan dunia pendidikan vokasi untuk menciptakan kader-kader pengusaha muda. Para anggota HIPMI yang muda-muda dan inspiratif kelak bisa menjadi influencer bagi generasi muda agar mau memulai usaha.
“Ini bisa dilakukan kerja sama dengan pemerintah untuk membuat program-program konkrit terkait creativepreneur,” tandasnya. (Siedoo)