GUNUNGKIDUL – Peternak sapi di daerah Gunungkidul, DIY kesulitan mencari pakan ternak saat musim kemarau. Guna mencukupinya, sebagian peternak membeli pakan hijauan dari luar daerah. Melihat kondisi itu Tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM memanfaatkan limbah daun pohon jati untuk dijadikan pakan ternak sapi.
Dr. Drh. Sarmin, peneliti dari FKH UGM menyatakan, daerah Gunungkidul banyak hutan jati, daun jati di sana cukup melimpah. “Namun belum dimanfaatkan sehingga dilirik sumber daya yang ada di sana untuk ternak mereka,” katanya.
Sebelum memanfaatkan pakan fermentasi daun jati, sebelumnya para peternak di Gunungkidul membeli rumput kolonjono atau tebon jagung dari luar daerah. Bagi peternak yang memiliki 2-3 ekor sapi atau kambing, setidaknya mereka memerlukan 4-5 ikat rumput.
“Lumayan juga uang yang harus mereka keluarkan untuk sapi mereka,” ujarnya dilansir dari ugm.ac.id.
Pembuatan pakan fermentasi dari limbah daun jati kering ini, menurut Sarmin, untuk mengajak peternak memanfaatkan sumber daya pakan dari lingkungan sekitar mereka.
Namun begitu, peternak juga diajarkan dan dilatih mengolah limbah daun jati tersebut sebagai pakan silase ternak mereka. Sebab, selama ini daun jati ini hanya dibakar saja atau dibiarkan menjadi sampah yang mengering.
“Kita ajari buat fermentasi pakan sehingga saat musim kemarau mereka punya persediaan pakan,” katanya.
Untuk membuat pakan fermentasi ini, kata Sarmin, limbah daun jati yang sudah mengering dikumpulkan dalam sebuah drum berukuran besar.
Lalu, bahan daun jati kering tersebut dicampur dengan konsentrat. Agar terjadi proses fermentasi, bahan daun jati ini diberikan cairan EM4, sejenis cairan yang mengandung bakteri pembusuk. Selain EM4, bahan pakan fermentasi ini juga diberikan tetes tebu atau molase.
“Seluruh bahan tersebut kita aduk hingga rata dan dibiarkan mengalami fermentasi selama 21 hari hingga muncul aroma wangi dengan tekstur pakan yang lembut,” ujarnya.
Menurut Sarmin, selain limbah daun jati, tim FKH UGM juga melakukan pendampingan memanfaatkan sumber pakan ternak dari gedebog pisang atau batang pohon pisang dan jerami dengan menggunakan metode yang sama.
“Kita sudah ujicobakan untuk bahan lain yang murah dan sudah tersedia seperti gedebog dan jerami,” paparnya.
Pemanfaatan pakan fermentasi dari bahan daun jati, batang pohon pisang dan jerami ini sudah diterapkan di Desa Kemiri, Tanjungsari, Gunungkidul, Yogyakarta melalui program Diseminasi Teknologi Tepat Guna.
Pada 28 Desember 2019, ia bersama peneliti yang lain, seperti Dr. drh. Soedarmanto Indarjulianto, dan Dr. drh. Irkham Widiyono menyerahkan alat mesin pencacah rumput, alat peniris minyak dan alat pemotong ketela untuk pengrajin ketela.
Soedarminto Indarjulianto, anggota peneliti FKH UGM lainnya, mengatakan dengan diberikannya alat mesin pencacah rumput tersebut diharapkan peternak dapat menyediakan sumber pakan giling dari bahan yang sebelumnya keras seperti tebon jagung dan batang rumput gajah.
“Kita harapkan sumber pakan dan proses pencernaan ternak lebih tinggi dan produktivitas ternak akan meningkat,” katanya.
Wasidi (60), anggota peternak dari Kelompok Tani Ngudi Rejeki dari Desa Kemiri, Gunungkidul, menuturkan di musim kemarau ia setidaknya membeli pakan rumput dari tebon jagung setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak.
“Saya setiap hari membeli sampai enam ikat yang setiap ikatnya berisi 7 batang seharga lima ribu per ikat,” katanya.
Menurutnya, hampir rata-rata penduduk Desa Kemiri memiliki hewan ternak berupa sapi, domba dan kambing. Ia sendiri memelihara tiga ekor kambing yang berasal dari bantuan FKH UGM. Di musim kemarau, katanya, warga kesulitan mendapatkan pasokan pakan ternak mereka sehingga harus membeli lewat agen.
“Pakannya itu berasal dari Klaten,” katanya.
Program pelatihan pembuatan pakan fermentasi yang dilakukan oleh FKH UGM sangat membantu peternak di Desa Kemiri. Apalagi mereka diajarkan juga membuat pakan mineral blok untuk sumber nutrisi mineral ternak mereka.
”Kami diajari bikin mineral blok dan diperiksa kesehatan ternaknya yang kebanyakan kena cacing dan (kutu) caplak,” ujarnya. (Siedoo)