BOGOR – Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) harus mengutamakan dan meningkatkan skill pelajarnya. Ada beberapa hal yang mendukung pendidikan vokasi menuju SMK berkualitas, yaitu kurikulum, ketersedian guru kejuruan, ruang kelas, peralatan laboratorium yang memadai, serta akreditasi. Demikian ditandaskan Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah.
“Memastikan anak SMK punya skill, bukan hanya teori. Bukan sekedar lulus ujian nasional, tapi harus dipastikan anak SMK begitu dia lulus, dia punya sertifikasi kompetensi,” jelasnya melansir dari dpr.go.id.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menambahkan, anggaran pendidikan vokasi untuk kebutuhan sarana dan prasarananya harus besar. Gurunya harus terampil dan selalu update, jadi memastikan bahwa dari dunia industri juga turun memberikan pendidikan sehingga nyambung,” ungkap Ledia.
Kurikulum pendidikan vokasi dan teknologi pembelajaran pendidilan vokasi perlu dikembangkan lagi dalam berbagai bidang yang kontekstual dangan dengan kondisi nasional, seperti kemaritiman, pertenian, pembangkit listrik, dan potensi nasional lainnya.
“Kurikulum vokasi seharusnya 80 persenya praktek, 20 persennya teori, problemnya satu, gurunya banyak yang belum tersertifikasi, kedua ketika kita bicara vokasi guru harus selalu update, problem-nya enggak semua update,” ujar Ledia.
Melansir dari pikiranrakyat.com, dari sisi pengusaha, lulusan SMK diharapkan sudah punya keahlian di bidangnya. Dengan demikian perusahaan tak perlu membeli pelatihan lagi yang menelan anggaran.
“Perusahaan berharap lulusan SMK sudah punya keahlian. Tapi banyak juga perusahaan yang pola pikirnya masih berpendapat lebih baik lulusan sarjana. Padahal kan lulusan SMK juga punya keahlian,” kata Chief Financial Officer QWork.id Daniel Andersen.
Menurut dia, soal keahlian, lulusan SMK cukup punya daya saing. Hanya saja, banyak dari mereka yang gagal mendapat pekerjaan di tes wawancara. Banyak yang belum bisa memberi jawaban meyakinkan.
“Kalau ditanya, bisa enggak? ya bisa sih hehehe. Ya mungkin karena umurnya masih muda,” katanya.
Soft skill semacam ini yang perlu diasah. Selain itu, soal pengalaman juga kerap jadi kendala. “Mereka harus bisa memvisualkan kemampuan dan pengalaman kerjanya supaya perusahaan yakin mereka bisa,” tutur Chief Operational Officer Qwork.id Astri Aldila.
Perusahaan memang banyak yang meminta tenaga kerja yang berpengalaman. Ia menyarankan, lulusan SMK menambah pengalamannya melalui berbagai kegiatan. Tidak harus pengalaman kerja yang muluk-muluk.
“Pengalaman kerja di UKM atau pengalaman mengerjakan proyek dengan pengajar, atau pengalamannya membuat sesuatu juga sudah bisa dipakai. Tinggal bagaimana memvisualisasikan pengalaman itu di CV,” kata Astrid. (Siedoo)