JAKARTA – Gelombang penolakan terkait wacana didatangkan orang asing untuk menduduki posisi rektor di perguruan tinggi di Indonesia terus mengalir. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengaku tidak setuju dengan adanya hal tersebut. Meski pun, punya kelemahan tentu punya juga kekuatan. Kalaupun ada kelemahan, diperbaiki.
“Bukan berarti mengimpor, apalagi di lembaga akademis ini. Saya tidak pernah setuju,” katanya dilansir dari detik.com.
Ditandaskan, jumlah kampus di Indonesia sangat banyak. Jika hendak dilakukan, fit dan proper test terhadap calon-calon rektor (lokal) itu luar biasa banyak yang kualitas.
“Jangan lupa orang Indonesia yang intelektual yang dipekerjakan di luar negeri banyak sekali di kampus-kampus terkenal,” ujar Siti.
Niatan Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti) mendatangkan rektor asing, diantaranya untuk mendongkrak peringkat kampus di Indonesia, yakni masuk 100 besar universitas di dunia.
Pengamat pendidikan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Andy Ahmad Zaelany, menilai peringkat perguruan tinggi ditentukan sejumlah faktor, di antaranya jumlah publikasi ilmiah, jumlah lulusan, dan ketersediaan sarana-prasarana universitas.
“Kalau ingin memperbaiki peringkat universitas, tentu saja dengan memperbaiki jumlah unsur-unsur yang dinilai tersebut,” ujar Andy dilansir bbc.com.
Andy juga menyoroti kualitas akademis rektor dan dosen-dosen di Indonesia, yang menurutnya masih dibebani kewajiban non-akademis, seperti kewajiban membuat laporan administrasi dan menghadiri berbagai seremoni.
“Kalau waktunya banyak tersita untuk kegiatan non-akademis, waktu untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan berkonsentrasi untuk menulis publikasi ilmiah menjadi sangat berkurang. Tidak heran jika produktivitas publikasi ilmiah masih rendah,” kata Andy.
Berdasakan lembaga pemeringkat perguruan tinggi dunia yang diacu Kemenristekdikti, QS World University Ranking, universitas yang diunggulkan pemerintah, yaitu Universitas Indonesia, berada di peringkat 296.
Melansir dari republika.co.id, Menristekdikti, Mohamad Nasir juga menyiapkan sejumlah syarat bagi tenaga pengajar asing yang ingin ‘melamar’ sebagai rektor di Indonesia.
Syarat yang diajukan, di antaranya adalah calon rektor harus memiliki jaringan yang baik di kalangan profesional. Kedua, calon rektor harus memiliki pengalaman dalam memimpin perguruan tinggi di luar negeri.
Syarat ketiga, ujar Nasir, calon rektor harus memiliki pengalaman dalam menerbitkan publikasi dan riset. “Baru kemudian kita financing. Masalah pendanaan,” katanya.
Nasir pun berencana merevisi sejumlah peraturan pemerintah (PP) yang dianggap menghambat kebijakan impor rektor. Alasannya, ada beleid yang mengharuskan rektor perguruan tinggi dalam negeri dijabat oleh Warga Negara Indonesia (WNI).
“Harus diubah kalau mau. Saya ubah ini,” katanya. (Siedoo)