JAKARTA – Selain zonasi, dalam penerapan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) lewat sistem online sering tidak lepas dari masalah. Sehingga, pendaftar harus langsung datang ke sekolah untuk melakukan pendaftaran offline atau manual.
“Yang kita lihat masih banyak masalah terkait PPDB ini. Kalau mau online, ya semuanya harus online. Tetapi tidak semua rakyat Indonesia siap online, dan sudah paham dengan sistem online,” kata Anggota Komisi X DPR RI MY Esti Wijayati.
Dijelaskan, adapun sistem offline adalah bagian untuk mengakomodir orang tua murid yang mungkin tidak terlalu paham dengan sistem online.
Esti menilai, perlu ada terobosan untuk memfasilitasi calon peserta didik dan orang tuanya agar bisa melakukan pendaftaran dengan sistem online, sehingga tidak terjadi penumpukan pendaftar.
“Memang harus ada evaluasi dengan sungguh-sungguh, karena ini sudah masuk tahun ketiga. Jadi saya kira hal ini harus dicarikan solusinya,” tandasnya.
Dengan begitu, lanjutnya, sehingga seluruh masyarakat bisa mengakses meskipun tidak paham dengan online atau mungkin ada bimbingan dari sekolah-sekolah yang telah meluluskan peserta didiknya.
Sementara itu, Anggota Komisi X DPR RI Noor Achmad menyoroti perlunya peningkatan pemerataan kualitas pendidikan antar sekolah-sekolah di masyarakat dalam menyikapi polemik kebijakan zonasi PPDB yang sudah berlangsung selama 3 tahun ini.
Hal di atas tidak lain sebab ada kecenderungan untuk sekolah dengan jumlah penduduk sekitar yang padat akan mendapatkan jumlah siswa yang overload. Dampaknya, akan terjadi kekurangan siswa untuk daerah dengan jumlah masyarakat sekitar yang sedikit.
“Beberapa sekolah ada yang kurang murid, tetapi ada juga sekolah yang terlalu banyak murid. Ini juga jadi catatan bersama, barangkali sekolah yang dekat perumahan yang padat itu pasti akan kebanyakan murid karena zonasi, tapi sekolah yang jauh dari perumahan akan kekurangan murid,” ungkapnya.
Ia menambahkan, begitu juga dengan sekolah yang berada di kota yang umumnya sekolah favorit pada akhirnya hanya diikuti oleh anak-anak kota.
Karena itu, jika permasalahan ini yang terjadi, maka harus ada pemerataan kualitas sekolah. Artinya sekolah yang favorit jangan hanya ada di kota tapi perlu ada di desa, terutama di dekat perumahan padat.
“Nanti kita akan bicarakan secara serius, yakni sarana dan prasarana. Artinya pemerintah pusat perhatian untuk meningkatkan kualitas, sarana dan prasarana pendidikan,” tandasnya.
“Sehingga tidak ada guru yang favorit yang bagus mengajar di sebuah SMA favorit yang hanya diikuti oleh anak-anak di lingkungan kota. Harus ada sarana dan pemerataan guru supaya proses penyidikan berimbang,” tambahnya. (Siedoo)