BANDUNG – Aplikasi rekomendasi bercocoktanam karya mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta berhasil menjuarai Hackathon 2019: HACKBDGWEATHER, di Bandung. Aplikasi tersebut dinamai SeedPlan, sebuah aplikasi yang memudahkan akses informasi karakteristik wilayah.
Aplikasi SeedPlan diciptakan oleh tiga mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta yang tergabung dalam tim Permanentbeta Dev., salah satunya adalah Riski Midi Wardana (19). Tim UPN Veteran ini berhasil menyingkirkan 15 peserta lainnya.
“Jadi SeedPlan, merupakan aplikasi yang bisa memapping tanaman yang cocok (ditanam) untuk wilayah tertentu,” kata Riski Midi Wardana, saat di Kota Bandung,
Riski menjelaskan, ide awal pembuatan aplikasi ini adalah untuk memudahkan akses informasi bagi warga mengenai karakteristik wilayahnya. Melalui aplikasi ini warga khususnya para petani bisa dengan mudah mengetahui tanaman apa yang cocok untuk dikembangkan.
Menurut Riski, aplikasi SeedPlan juga sejalan dengan program pemerintah yang ingin mengembangkan desa digital.
“Sebenarnya ini lebih ke informasi. Namanya informasi itu mahal. Apalagi bisa mengedukasi desa, itu sejalur dengan keinginan pemerintah menciptakan smart village,” papar Riski dilansir inet.detik.com.
Selain memberi rekomendasi, Riski menjelaskan dalam aplikasi SeedPlan ini juga disiapkan tempat untuk bertransaksi. Dengan demikian, petani dan pembeli bisa langsung bertransaksi melalui aplikasi yang dibuatnya ini.
“Selain rekomendasi soal tanaman yang cocok, dari aplikasi ini tidak berhenti di situ. Tapi juga ada platform jual beli, terus juga ada chating sistemnya juga,” jelasnya.
Riski mengaku, aplikasi yang dibuatnya ini masih belum sempurna karena saat ini baru diperuntukkan mengikuti lomba. Di masa depan pihaknya berharap bisa lebih mengembangkan sistem ini agar benar-benar bisa aplikatif dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
“Rencananya aplikasi kita base on data. Data yang disediakan (saat ini) baru seputar Bandung. Kalau seluruh Indonesia bisa mapping tanaman, wilayah tertentu cocoknya apa, lebih seperti monitoring. Masih butuh banyak riset supaya rekomendasinya tidak ngawur,” akunya. (Siedoo)