SEMARANG – Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA sederajat tahun ini resmi dihapus, lewat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB untuk Tahun Ajaran 2019/2020. Ada penilaian bahwa penghapusan surat tersebut kurang tepat. Karena, kehadirannya bisa menolong siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu.
“Formula SKTM untuk menolong warga yang kurang mampu dapat merasakan pendidikan itu sangatlah bagus, kenapa saat ini malah dihapus?” kata Wakil Ketua DPRD Kota Semarang, Joko Santoso, dilansir dari radarsemarang.com.
Menurut politisi Gerindra tersebut, selama ini program SKTM bisa membantu siswa yang kurang mampu dapat mengenyam pendidikan di sekolah yang baik. Penghapusan tersebut nantinya semakin menunjukkan jika pemerintah tidak pro terhadap masyarakat kurang mampu.
Dikatakan bahwa, seharusnya pemerintah memberikan solusi tertentu tanpa menghapus program SKTM. Terkait dengan banyaknya kasus penggunaan SKTM palsu dalam PPDB di 2018, tidak bisa langsung menyalahkan program SKTM itu sendiri.
“Bukan program SKTM-nya yang salah, namun bagaimana supaya SKTM tersebut tidak ada yang bermain curang,” katanya.
Ia kembali menegaskan, tidak setuju apabila program SKTM tersebut dihapus.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo setuju dengan penghapusan SKTM. Ia meminta tidak ada akal-akalan mengenai penerapan sistem zonasi pascapenghapusan SKTM sebagai salah satu syarat PPDB tingkat SMA/SMK tahun 2019.
“Saya wanti-wanti betul kepada pihak sekolah dan masyarakat, tolong awasi betul persoalan zonasi ini,” katanya melansir dari antaranews.com.
Dikatakan dia, saat sudah terjadi, banyak orang tua siswa yang pindah kartu keluarga (KK) untuk mengejar, agar anaknya dapat sekolah di sekolahan favorit.
Ganjar menyebutkan jika penghapusan SKTM ini belum bisa menyelesaikan masalah terkait penerimaan siswa baru karena karakter orang tua siswa yang masih mengejar sekolah-sekolah favorit dikhawatirkan akan tetap terjadi dengan mempermainkan sistem zonasi yang telah ditetapkan.
Sistem zonasi, nantinya akan melakukan pendekatan wilayah pada kelurahan dan desa. Sebanyak 90 persen siswa harus berasal dari wilayah terdekat. Sisanya lima persen dari jalur prestasi. Sedangkan lima persen sisanya dari jalur pindah.
Pihaknya akan mebuat sejumlah regulasi yang akan mengatur mekanisme tersebut. “Regulasi nanti kami buat. Forum OSIS, wali murid dan tokoh masyarakat, kami minta juga ikut mengawasi dan gencar melakukan sosialisasi,” ujar pria berambut putih ini.
Sebelumnya, Mendikbud Muhadjir Effendy menyatakan, dalam penerimaan tersebut, yang berasal dari keluarga tidak mampu bisa dibuktikan dengan keikutsertaan dalam program penanganan keluarga tidak mampu dari pemerintah/pemerintah daerah, seperti KIP dan keluarga perima PKH.
Muhadjir berharap terjadi perubahan pola pada PPDB di tahun 2019 ini. Sekolah dan lembaga pendidikan didorong semakin aktif mendata anak usia sekolah di zona masing-masing.
“Kita harapkan terjadi perubahan pola penerimaan peserta didik baru yang dari siswa mendaftar ke sekolah, menjadi sekolah yang pro-aktif mendata atau mendaftar siswa, atau calon peserta didiknya,” katanya dilansir dari kemdikbud.go.id.
Karena itu, Kemendikbud berusaha untuk meningkatkan kerja sama dengan Kemendagri, terutama Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil.
“Karena basis siswa itu sebetulnya adalah dari data kependudukan,” tuturnya. (Siedoo)