Siedoo.com -
Nasional

Sensus, Kemendikbud Ingin Pastikan Jumlah Guru Honorer K2 yang Bisa Ikut P3K

JAKARTA – Jumlah guru honorer K2 yang berhak maju dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) masih menjadi pembicaraan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyatakan, data di kementeriannya masih penyesuaian dan ditemukan jumlahnya memang 159 ribu.

Kini, katanya, masih ada penyamaan data. Dari kemendikbud pun sekarang tengah melakukan sensus.

“Jadi kami lihat keadaan per sekolah,” katanya dilansir dari jpnn.com.

Sebagaimana ditulis sebelumnya, data guru honorer yang terverifikasi untuk mengikuti P3K di Kemendikbud ada 159 guru. Sementara data yang pernah disampaikan KemenPAN-RB dan BKN, jumlahnya hanya 157 ribu, dikurangi 6 ribu yang lulus CPNS. Sehingga totalnya cuma 151 ribu.

Untuk diketahui bahwa, ada sejumlah pegawai K2 yang tidak lagi di sekolah, jumlahnya sekitar 25 ribu.

“Jadi memang data itu masih bergerak,” jelasnya.

Namun demikian, dia tidak mengoreksi jumlah data guru K2 yang berhak ikut tes P3K. Menurut Muhadjir, jumlah 159 ribu itu angka maksimal.

“Data maksimal 159 ribu itu. Itu K2. Yang lulus (CPNS) kemarin kan bukan K2 sebagian besar. K2 kan enggak boleh ikut malah, gak boleh ikut tes,” tandasnya.

Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih berkomentar terkait perbedaan data itu. Mestinya data yang ada sinkron dulu antara lembaga pemerintah. Jangan kemudian yang menjadi korban guru honorer K2-nya.

“Mereka nanti sudah terlanjur memenuhi persyaratan, lantas karena beda data yang jadi korban mereka yang P3K itu,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Forum Honorer Kategori 2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih tidak terburu – buru menyikapi rencana pemerintah mengangkat 159 ribu guru honorer K2 menjadi P3K, meski tetap melalui tahapan seleksi.

Baca Juga :  Harkitnas, Berikut Pesan Mendalam Mendikbud untuk Guru

Hal itu karena pemerintah mengambil kebijakan sesukanya dan cenderung tidak konsisten alias berubah-ubah. Dalam perekrutan CPNS 2018 misalnya, pada awalnya menyebut ingin mencari SDM yang kompeten.

Namun saat hasilnya jeblok, pemerintah menurunkan standar kompetensinya melalui passing grade.

“Dan itu cukup menyakiti para honorer yang selama ini diragukan kompetensinya,” cetus Titi. (Siedoo)

Apa Tanggapan Anda ?