BANDUNG – Berbagai universitas di beberapa provinsi bergabung menjadi satu, meneliti sebuah penyakit berbahaya Alzheimer. Penyakit ini dipikir bersama – sama untuk dicarikan solusi obatnya.
Penelitian tersebut merupakan buah dari Riset Kolaborasi bersama tim dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Airlangga Jawa Timur, Universitas Diponegoro Jawa Tengah, Institut Pertanian Bogor dan dipresentasikan dalam Seminar Hasil Riset Kolaborasi Indonesia 2018 di Aula Barat Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha No. 10, Kota Bandung, Jawa Barat.
Alzheimer telah menjadi penyakit yang semakin menakutkan dan mematikan. Para peneliti terus berlomba untuk menemukan obat yang tepat bagi penyakit Alzheimer.
Atas dasar itulah, Prof. Hermawan K. Dipojono, Guru Besar di Fakultas Teknologi Industri ITB melakukan penelitian dengan judul “Fundamental Mechanism Development of Biological Process on Cholinergic Hypothesis Lead to Alzheimer’s Disease”.
Pada proses ini, tim sangat bekerja keras untuk banyak melakukan eksperimen dan studi literatur. Setelah didapatkan model yang tepat, akhirnya tim berhasil mendapatkan nilai energi reaksi substrat dengan adanya enzim, yaitu sebesar 0.52 Volt. Alasan diperlukannya nilai energi karena informasi tersebut penting untuk merekayasa obat.
Harapannya reaksi dengan obat harus lebih kecil energinya sehingga lebih “disukai” terjadi oleh enzim. Dengan ini, tim berhasil menyelesaikan permasalahan awal dan menghasilkan tulisan yang bisa dikirimkan ke jurnal sains internasional.
Prof. Hermawan yakin bahwa penelitian akan selesai dan akan menjadi salah satu kebanggaan Indonesia nantinya.
“Semoga kerja sama penelitian ini akan berbuah hasil yang memang tepat guna. Saya juga merasa kerja sama dengan berbagai universitas ini menakjubkan dan harus tetap ada di lain waktu,” kata dosen Teknik Fisika tersebut.
Alzheimer memang bukan penyakit sembarangan. Di beberapa negara seperti Amerika, Alzheimer bahkan menjadi lebih menakutkan dibanding kanker prostat dan kanker payudara. Maka, sebelum bisa menemukan obat yang tepat, harus bisa mengerti sistem yang diganggu serta sebab akibat yang ada dalam proses itu.
Dengan tujuan itu, tim penelitian ini mengajukan metode fisika kuantum dalam memodelkan serta menganalisa reaksi/proses penyebab Alzheimer. Penyakit saraf yang sudah cukup lama menjadi momok itu memiliki beberapa teori penyebab.
Salah satunya, yang dipakai menjadi dasar dalam penelitian tim riset, adalah terlalu ganasnya enzim Acetylcholinesterase (AChe) sehingga “memakan” terlalu banyak substrat Acetylcoline (ACh).
Hal itu menyebabkan terganggunya proses penyampaian informasi pada syaraf yang bisa mengakibatkan kematian pada syaraf. Hal ini akan berujung pada penurunan memori dan kesulitan menggerakkan otot.
Dengan pengetahuan ini, tim akan membuat model reaksi enzim dan substrat. Sehingga, didapatlah tingkat energi yang dilibatkan pada reaksi.
“ITB mengambil bagian pada kalkulasi dan tabulasi data pada riset ini, kebutuhannya sih supercomputer, soalnya pakai pendekatan kuantum,” jelas Prof. Hermawan, Guru Besar pada Kelompok Keahlian Teknik Fisika itu.
Tim ITB sendiri sempat mengalami kesulitan yang cukup berat dalam melakukan pemodelan. Reaksi yang terjadi pada proses terjadinya Alzheimer bukan reaksi asam-basa biasa.
“Melainkan reaksi hidrolisis, yang mana belum ada modelnya untuk Alzheimer,” imbuh salah satu asisten Prof. Hermawan dalam riset ini.
Hasil dari penelitian pada 2018 ini, memang sudah ditargetkan akan disampaikan dalam 4 alur dengan tulisan pada jurnal sains dan publikasi sebagai keluaran. Alur tersebut antara lain, memahami proses substrat yang berkelakuan mirip ACh dalam proses hidrolisis netral, model enzim, memahami proses interkasi AChe dan ACh dalam reaksi hidrolisis sebenarnya, dan terakhir komparasi antara alur 3 dan 1.
“Sampai dengan hari ini, kita telah menghasilkan 2 paper dan tim juga telah diundang di berbagai kegiatan,” ucap Prof. Hermawan lagi.
Ini artinya tim telah berhasil menapaki sampai tahap mengerti membuat model untuk enzim. Kedepannya, pada 2019, tim ini akan melanjutkan fokus di interaksi enzim dan molekul lainnya dalam tubuh sehingga bisa merancang obat yang tepat. (Siedoo)