JAKARTA – Ada manfaat untuk Indonesia sejak bergabung dengan United Nations Educational Scientific Cultural Organization (UNESCO). Diantara manfaatnya yaitu, menurunnya angka buta aksara.
Jika berkaca di tahun lampau, melansir dari kemdikbud.go.id, prosentase buta aksara di tahun 1945 adalah 97 persen. Lalu hingga tahun 1953 turun 65,9 persen. Saat itu Indonesia telah tiga tahun bergabung di UNESCO. Hingga tahun 2018 ini, penduduk yang masih buta aksara tersisa 2,07 persen.
Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Kemendikbud (PAUD Dikmas) Harris Iskandar, ini merupakan hasil dari implementasi Program Literasi UNESCO.
“Yang telah dimanfaatkan sebagai pedoman pengentasan buta aksara di Indonesia,” tandasnya.
Melansir dari metrotvnews.com, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2017, sebanyak 3.387.035 jiwa penduduk usia 15-59 tahun, masih buta aksara. Dari data yang sama, masih terdapat 11 provinsi yang memiliki angka buta huruf di atas rata-rata angka nasional.
Angka Buta Aksara usia 15-59 tahun di lndonesia dilihat dari masing-masing provinsi. Masih terdapat 11 provinsi yang memiliki angka buta huruf di atas angka nasional.
Kesebelas provinsi itu adalah Papua (28,75 %), NTB (7,91%), NTT (5,15%), Sulawesi Barat (4,58%), Kalimantan Barat (4,50%), Sulawesi Selatan (4,49%), Bali (3,57%), Jawa Timur (3,47%), Kalimantan Utara (2,90%), Sulawesi Tenggara (2,74%), dan Jawa Tengah (2,20 %).
Sedangkan 23 provinsi Iainnya sudah berada di bawah angka nasional. Jika dilihat perbedaan gender, tampak bahwa perempuan memiliki angka buta aksara lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki. Yakni 1.157.703 orang Iaki-laki, dan perempuan 2.258.990 orang.
Kembali soal kemanfaatannya menjadi anggota UNESCO, tak hanya bidang pendidikan, dari sektor kebudayaan dan pariwisata, dapat dilihat di Provinsi Jawa Barat yang saat ini telah memperoleh pengakuan dunia atas kekayaan alam dan budayanya. Saat ini angklung yang diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO sudah menjadi salah satu alat musik atau cenderamata khas Bumi Pasundan yang telah mendunia.
Tak hanya itu, kreativitas masyarakat Bandung pun sudah terkenal di bidang pariwisata, mulai dari dari kuliner hingga fesyennya.
Selain itu kekayaan alam juga terlindungi berkat penetapan 14 kawasan konservasi sebagai Cagar Biosfer Dunia, 4 sebagai UNESCO Global Geopark, dan 4 kawasan sebagai World Natural Heritage.
Budi Martono dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memaparkan manfaat atas pengakuan internasional pada wilayah konservasi Indonesia bagi kelestarian alam.
“Sebagai penghubung antara Pemerintah Indonesia dan UNESCO, KNIU ( Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) bertanggung jawab untuk melaporkan hasil kegiatannya selama tahun 2018,” tandasnya.
Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Didik Suhardi berharap untuk seterusnya, kerja sama antar kementerian dan lembaga harus terus terjalin dengan baik. “Kami berkomitmen bahwa Kemendikbud siap memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan UNESCO,” katanya. (Siedoo)