JAKARTA – Eks tenaga honorer, seperti guru, tenaga kesehatan, dan penyuluh pertanian akan diprioritaskan dalam penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Namun demikian, bukan berarti eks tenaga honorer dapat serta merta diangkat menjadi P3K.
“Berdasarkan PP 49/2018, mereka akan tetap melalui proses seleksi, agar memperoleh SDM yang berkualitas,” kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Syafruddin dilansir dari menpan.go.id.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 49 Tahun 2018 tentang Manajemen P3K ditetapkan batas pelamar terendah 20 tahun dan tertinggi satu tahun sebelum batas usia jabatan tertentu.
“Misalnya, untuk tenaga guru yang batas usia pensiunnya 60 tahun, berarti bisa dilamar oleh warga negara Indonesia baik profesional, diaspora maupun honorer yang berusia 59 tahun. Demikian juga untuk jabatan lain,” tandasnya.
Sesuai amanat Undang-Undang No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), rekrutmen P3K juga melalui seleksi. Ada dua tahapan seleksi, yakni seleksi administrasi dan seleksi kompetensi.
“Pelamar yang telah dinyatakan lulus seleksi pengadaan P3K, wajib mengikuti wawancara untuk menilai integritas dan moralitas sebagai bahan penetapan hasil seleksi,” jelasnya.
Dinyatakan, untuk pelamar JPT utama tertentu dan JPT madya tertentu yang telah lulus seleksi pengadaan P3K, selain mengikuti wawancara untuk menilai integritas dan moralitas, juga mempertimbangkan masukan masyarakat sebagai bahan penetapan hasil seleksi.
“Setiap ASN yang berstatus P3K mendapat hak dan fasilitas yang setara dengan PNS,” ujarnya lebih lanjut.
Dijelaskan, P3K memiliki kewajiban serta hak yang sama dengan ASN yang berstatus PNS. Kecuali jaminan pensiun. P3K juga mendapat perlindungan berupa jaminan hari tua, jaminan kesehatan.
“Termasuk jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, serta bantuan hukum,” tambahnya.
Rekrutmen P3K akan dimulai akhir Januari 2019. Meski begitu, bila ada yang tidak menerima dengan PP tersebut, publik bisa menggungat. Pemerintah mempersilakan langkah tersebut ditempuh jika merasa keberatan.
”Ya silakan saja. Nggak apa-apa,” tandasnya dilansir dari indopos.co.id.
Meski demikian, ia mengingatkan, langkah tersebut juga bisa menjadi bumerang. Terlebih, jika skema P3K dibatalkan. Sebab, skema tersebut merupakan pintu masuk bagi honorer di usia 35 tahun untuk bisa mendapat akses kesejahteraan. Mengingat hak keuangan P3K setara dengan yang diterima Pegawai Negeri Sipil.
”Kalau nggak ada P3K, justru rugi dia. Mau (daftar) lewat mana lagi?,” tandasnya.
Seperti diketahui, FHK2-PGRI berencana melayangkan gugatan ke MA. Mereka menilai, ada sejumlah pasal yang merugikan. Misalnya pasal 37 ayat (1) tentang masa kontrak yang menyebabkan tidak adanya kepastian status setelahnya dan Pasal 10 ayat (1) terkait kuota yang membuat tidak semua honorer terakomodir. (Siedoo)