JAKARTA – Sebagai salah satu tindak lanjut dari Kurikulum Pendidikan Antikorupsi, kini Kementerian Pendiddikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencanangkan Agen Antikorupsi di sekolah. Sebagai wujudnya, kementerian tersebut meluncurkan program Saya Anak Antikorupsi (SAAK).
Hal ini dilakukan untuk mewujudkan wilayah bebas dari korupsi di satuan pendidikan dan membangun budaya antikorupsi bagi peserta didik mulai jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai dengan SMA sederajat.
Inspektur Jenderal Kemendikbud, Muchlis Rantoni Luddin, mengemukakan program SAAK merupakan salah satu program Penguatan Pendidikan Karakter dengan membangun budaya antikorupsi, khususnya di lingkungan satuan pendidikan.
“Program ini dimaksudkan untuk membangun budaya antikorupsi. Kemendikbud bersama-sama dengan KPK mulai memasyarakatkan secara massal, terutama dibantu oleh para siswa, guru, dan tenaga kependidikan untuk bersama-sama membangun budaya antikorupsi di satuan pendidikan,” jelasnya dalam siaran persnya.
Sebagai tanda diluncurkannya program SSAK, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Pandjaitan, didampingi Inspektur Jenderal Kemendikbud, Muchlis Rantoni Luddin, serta pejabat eselon II Inspektorat Jenderal dan Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, menyematkan selendang SAAK kepada perwakilan siswa.
Pada peluncuran program SAAK, dihadiri 720 siswa SMA dan SMK, baru-baru ini. Visi program SAAK adalah menciptakan generasi muda cerdas, berintergritas, dan berkarakter.
Adapun misinya adalah untuk memperkuat ketaqwaan generasi muda kepada Tuhan YME serta kecintaan terhadap tanah air, menanamkan nilai antikorupsi kepada generasi muda dengan menekankan pada kesederhanaan, kegigihan, keberanian, kerja sama, kedisiplinan, keadilan, kejujuran, bertanggung jawab, dan kepedulian.
Selain itu, untuk menumbuhkembangkan kebiasaan baik sebagai bentuk pendidikan karakter. Melalui program SAAK, Muchlis mengharapkan, sekolah dapat membentuk agen SAAK.
Selain itu, melakukan sosialisasi pencegahan korupsi di lingkungan satuan pendidikan; membentuk budaya komunitas antikorupsi di lingkungan satuan pendidikan; membentuk komunitas antikorupsi di kelompok peserta didik, dan; mendukung gerakan “Saya Anak Antikorupsi” melalui kegiatan ekstrakurikuler.
“Mudah-mudahan program ini bisa berjalan dengan baik, dan anak-anak beserta seluruh warga sekolah bisa bahu membahu dengan kami untuk memulai berkontribusi membangun budaya anti korupsi,” harap Muchlis.
Dengan disematkannya selendang tersebut, Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan, berharap para siswa dapat menjadi agen antikorupsi di sekolah masing-masing.
“Harus dipegang terus dan yang paling utama jadilah agen-agen perubahan dengan mengedepankan antikorupsi,” pesan Basaria. (Siedoo)