Siedoo.com -
Opini

Anjloknya Harga Kopra Mengancam Dunia Pendidikan dan Pemilu 2019

Siedoo, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 hasil amandemen ketiga, menyatakan bahwa Pemilihan Umum dilaksanakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Pasal 22 ayat 2). Inilah fungsi Pemilihan Umum untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan DPRD untuk jabatan publik, guna membicarakan terkait proses demokrasi di Indonesia.

Tujuan dari berdemokrasi, membicarakan terkait pemerintahan rakyat untuk masalah-masalah kesejahteraan rakyat. Kini, problem yang dihadapi oleh masyarakat Maluku Utara, Provinsi Maluku adalah problem yang bersentuhan langsung dengan salah satu substansi Pemilihan Umum. Yakni, masalah harga komoditi yang menjadi prioritas dan sumber perekonomian masyarakat Maluku Utara.

Menurunnya harga komoditi (Kopra, Cengkeh, dan Pala) dunia mengakibatkan gelombang protes, yang datangnya dari masyarakat dan mahasiswa, sebagai bagian dari fungsi kontrol di luar parlemen. Gerakan sosial tak hanya dilakukan oleh masyarakat dan mahasiswa, bahkan sebagian akademisi dan politisi juga turut mengambil peran dalam mendorong tuntutan pembangunan yang mengakibatkan daya beli masyarakat menurun.

Mengancam Dunia Pendidikan 

Jika daya beli masyarakat sudah menurun, maka tentu berakibat terhadap beberapa aspek kehidupan, mahasiswa, baik pembayaran uang kontrakan, SPP, dan kebutuhan-kebutuhan akademik lainya. Tak hanya sampai disitu, jika anjloknya harga komoditi semakin hari semakin menurun, maka berpengaruh juga terhadap sebagian masyarakat yang pekerjaannya dibidang transportasi, angkutan darat dan laut.

Hal ini karena, sumakin berkurangnya masyarakat menggunakan moda transportasi laut dan darat. Padahal, sesungguhnya komoditi Maluku Utara memberi sungbangsih terbesar terhadap dana revolusi Indonesia pada tahun yang lampau.

Kedekatan Kopra dengan Presiden Soekarno

Sejalan dengan hal tersebut, salah satu ekonom Maluku Utara, Dr. Mohtar Adam, dalam gagasan tulisannya mengatakan bahwa “Kelapa merupakan tanaman tropis yang sudah lama dikenal masyarakat Maluku Utara dan Indonesia pada umumnya. Kelapa juga dikenal sebagai alat perjuangan pada masa kemerdekaan. Dimana masyarakat Maluku Utara, menyumbang 1.000 ton kopra kepada Presiden Soekarno untuk pembebasan Irian Barat ke Ibu Pertiwi. Ketika pada masa revolusi kopra menjadi komoditi politik.

Baca Juga :  Membaca sebagai Esensi Nuzulul Quran

Kesemrawutan tata niaga kopra memaksa Presiden Soekarno menerbitkan Peraturan Presiden Tentang Kopra pada 1963, dalam kapasitas sebagai Panglima Besar Komando Tertinggi Operasi Ekonomi. Yang diwarnai dengan hiruk pikuk politik pasca Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada November 1946, terkait dengan status Papua Barat, yang tak terselesaikan sampai dengan Agustus 1962, melalui penandatanganan perjanjian New York.

Di Maluku Utara lahir gerakan Dana Kopra Maluku Irian Barat (DAKOMIB) sebagai bentuk dukungan terhadap Presiden Soekarno ketika mencetuskan Tiga Komando Rakyat (Trikora) di Yogyakarta. Kini, harga kopra di pasar dunia mengalami penurunan sejak 2017 sampai dengan September 2018. Harga kopra terus menurun mencapai 51,92%, yang berimplikasi pada harga domestik dan harga pada tingkat petani”.

Sebagaimana yang diuraikan di atas, bahwa anjloknya harga komoditi dunia menuai badai dan gelombang protes yang dilakukan oleh mahasiswa dan masyarakat Maluku Utara, yang sudah berjalan tiga minggu lamanya. Namun, pemerintah (baik pemerintah pusat maupun daerah) belum juga merespon tuntutan masyarakat untuk naiknya harga komoditi yang dimaksud.

Pemerintah seakan-akan tuli terhadap suara-suara perubahan yang disampaikan masyarakat dan mahasiswa, yang terlibat dalam aksi demonstrasi tersebut. Oleh karena itu, jika tuntutan masyarakat Maluku Utara tak diakomudir oleh pemerintah, maka sebagai sikap politik dari Forum Anak Petani Maluku Utara, dalam menghadapi momentum Pemilihan Umum yang akan diselenggarakan Negara pada 17 April 2019 mendatang, akan ditolak. Bahkan, akan mengkampanyekan golput dalam Pemilu 2019 mendatang.

Sebabnya adalah, syarat Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan DPRD pada prinsipnya untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat. Namun, problem yang membuat masyarakat menjerit tangis, karena ancaman kehidupan tak dipedulikan oleh para penentu kebijakan (stakeholder). Maka sebagai konsekuensi politiknya adalah “menolak dan atau memboikot Pemilu 2019”.

Baca Juga :  Dalam Kondisi Apapun, Pendidikan Karakter Menjadi Tanggung Jawab Bersama

Mempengaruhi Tahun Politik 

Penolakan dan atau memboikot Pemilu 2019 adalah sikap politik yang menjadi tuntutan untuk pemerintah, agar dapat memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Tak hanya sibuk melaksanakan formalitas pemilu, lalu mengabaikan substansi berdemokrasi di Indonesia.

Dengan demikian, Forum Anak Petani Maluku Utara menyatakan sikap dan tuntutan kepada pemerintah, untuk diakomodir tuntutan masyarakat Maluku Utara dalam Strategi Jangka Pendek, diantaranya:

  1. Pemerintah Daerah mengalokasikan penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai pengumpul kopra;
  2. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) menyusun skema perdagangan antar pulau di Maluku Utara; 
  3. Pemerintah Provinsi menjalin kerja sama dengan Pemerintah Jawa Timur untuk memfasilitasi produk-produk hasil petani kopra ke industry; 
  4. Menyusun jaringan pemasaran dan logistik dari BUMdes, BUMD dan industry yang saling interkoneksi dalam tata niaga kopra; 
  5. Menetapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang penyertaan modal untuk pembelian hasil-hasil perkebunan kelapa;

Sementara pada jangka menengahnya, diantaranya:

  1. Memprioritaskan industry hilir yang membutuhkan teknologi rendah dan dapat dilaksanakan dengan kondisi infrastruktur yang terbatas;
  2. Memproduksi barang antar (produk turunan dasar) untuk input industry lanjutan yang dapat dipasok ke industry terdekat; 
  3. Menjalin kerjasama dengan wilayah yang lebih maju terkait pendidikan vokasi bagi sektor perkebunan kelapa dan perikanan; 
  4. Mengembangkan skema One Village One Produst (OVOP) BUMdes dengan mengoptimalkan pemanfaatan Dana Desa untuk menguatkan skala ekonomi produk kelapa dan perikanan Maluku Utara; 
  5. Menjadikan UMKM yang sudah berkembang di Maluku Utara sebagai inti plasma dan dikelola melalui koperasi/kelompok usaha, koperasi berperan sebagai menejemen dan pemasaran. 

Sedangkan pada strategi jangka panjangnya, diantaranya:

  1. Peningkatan ketersediaan dan kualitas infrastruktur (jalan raya), perhubungan, listrik, dan telekomunikasi;
  2. Penyediaan sekolah-sekolah vokasi untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang lebih mumpuni, untuk melakukan upscalling industry dimasa selanjutnya; 
  3. Menciptakan ekonomi of upscalling industry dimasa selanjutnya; 
  4. Jika tuntutan di atas tak diakomodir oleh Pemerintah, maka Kami Akan Menolak Pemilu 2019.
Baca Juga :  Menilik Kepedulian R.A. Kartini Terhadap Pendidikan

Jika tuntutan Forum Anak Petani Maluku Utara tak diakomudir oleh Pemerintah, maka Pemilu 2019 akan diboikot atau kampanye golput. Hal ini merupakan solusi untuk Negara turut andil untuk mengatasi anjloknya harga komoditi sebagai sumber perekonomian masyarakat Maluku Utara.

 

 

*Isma’il Maulud

Koordinator Forum Anak Petani Maluku Utara Menggugat.

Apa Tanggapan Anda ?