Siedoo, Bagi pembaca yang ingin mempelajari tentang ilmu topografi, kini bisa semakin mudah. Dosen Departemen Teknik Geomatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jawa Timur Agung Budi Cahyono ST MSc, mencoba mengembangkan Topography Augmented Reality (Top-AR) di Indonesia. Alat uji membantu bagi siapa saja yang ingin belajar tentang ilmu kebumian.
“Produk ini ideal untuk digunakan sebagai alat pembelajaran langsung tentang ilmu kebumian,” ungkap Agung sambil menunjukkan karyanya.
Topografi merupakan suatu studi terperinci mengenai bentuk dan fitur permukaan bumi. Top-AR sendiri merupakan sebuah sistem yang memperlihatkan degradasi warna sebagai representasi perbedaan ketinggian, bentuk, kerapatan garis kontur, serta simulasi gerakan air di muka bumi.
Adapun selama ini, media pembelajaran topografi di Indonesia hingga kini masih ditunjang oleh perangkat dua dimensi. Hal ini kemudian menyebabkan para pelajar hanya dapat mempelajarinya secara imajiner. Melihat hal ini, maka ia pun mengembangkan alat tersebut.
Sistem ini terdiri dari empat komponen yakni komputer, sensor, proyektor, dan media pasir. Top-AR ini bekerja dengan cara memindai pergerakan pasir melalui sensor, kemudian mentransfer hasil pindaian tersebut ke komputer.
Komputer akan memilah ketinggian permukaan pasir. Hasilnya adalah bentuk visualisasi warna dan garis kontur yang nantinya akan divisualisasikan ke pasir melalui proyektor.
“Sistem ini memungkinkan pengguna dapat membuat model permukaan topografi secara riil,” jelasnya.
Top-AR ini merupakan prototype yang pembuatannya kali pertama dilakukan di University of California Davis, Amerika Serikat dengan nama Arsandbox. Berdasarkan website pembuat Arsandbox tersebut, hanya terdapat satu pendaftar pengembangan Top-AR di Indonesia. Dan itu dikembangkan di Surabaya, tepatnya di ITS ini, celetuk dosen Teknik Geomatika itu.
Ia berharap, Top-AR ini dapat memberikan manfaat khususnya kepada pelajar dan masyarakat Indonesia dalam meningkatkan pemahaman mengenai permukaan bumi. Ia juga menegaskan, masih akan terus mengembangkan sistem tersebut bersama timnya.
“Ini masih versi 1.0, ke depannya akan diperbaiki dengan beberapa hal agar tingkat akurasi serta visualisasinya menjadi lebih baik,” tegas lulusan Universite de La Rochelle, Prancis ini.
Sementara itu, prototype ini sudah pernah dipamerkan di beberapa acara yang dihelat oleh Departemen Teknik Geomatika ITS, sejumlah seminar internasional geospasial. Bahkan hingga telah dipesan oleh museum PT Timah Indonesia di Pangkal Pinang. (*)