Siedoo.com — “Kesakralan” berasal dari kata dasar “sakral”, menurut kamus besar bahasa indonesia adalah suci atau keramat. Sedangkan “ujian” adalah cara untuk mengukur kemampuan seseorang. Hasil yang didapat dari ujian berupa nilai. Kesakralan ujian berarti cara yang baik/suci untuk mengukur kemampuan seseorang.
Dikatakan sakral karena perlu keseriusan, kesungguhan, kejujuran, dan tanpa kecurangan dalam melakukan pengukuran kemampuan seseorang. Sehingga, hasil yang didapat bisa dipertanggung jawabkan karena memang itu kebenaran yang sesungguhnya dari kemampuan seseorang.
Pentingnya Ujian
Pertanyaan yang sering muncul apakah perlu sebuah ujian? Ya, hal tersebut sangat diperlukan untuk mengetahui kemampuan seseorang sudah sejauh mana. Seseorang dikatakan mampu jika sudah kompeten akan sesuatu hal tertentu. Jika seseorang melakukan ujian, maka hasil yang akan didapat adalah seseorang itu kompeten atau belum kompeten akan sesuatu. Seseorang yang belum kompeten maka harus melakukan ujian itu kembali agar lulus dan dikatakan berkompeten. Karena Manusia diciptakan untuk dapat berkembang akal dan kemampuannya, maka tidak dapat dikatakan berakhir.
Jika lulus suatu ujian, maka manusia akan naik tingkat untuk melakukan ujian berikutnya. Sehingga, dapat dikatakan ujian itu penting untuk dapat mengukur kemampuan yang dimiliki sebanyak apa.
Pudarnya “Kesakralan” sebuah Ujian
Hal tersebut penting agar mengetahui kemampuan seseorang kompeten akan sesuatu atau tidak. Maka perlu dilakukan sebuah ujian yang baik. Akan tetapi dimasa sekarang “kesakralannya” sudah mulai luntur. Niat dalam melakukan suatu uji kompetensi sudah bergeser.
Dari yang seharusnya menguji kemampuan seseorang dengan keseriusan, kesungguhan, kejujuran yang sebenarnya, sehingga diharamkan sebuah kecurangan. Menjadi pentingnya sebuah nilai dibandingkan sebuah proses. Karena sudah mementingkan nilai dibandingkan proses, maka munculnya banyak kecurangan-kecurangannya. Dari awal semangat positif sebuah ujian mempunyai tujuan yang baik, untuk mengetahui kemampuan asli dari seseorang. Tetapi karena ingin dibilang pintar dengan mempunyai nilai yang “wah” maka dilakukanlah sebuah kecuranga.
Bahkan dewasa ini, banyak kecurangan sangat beragam dan semakin terbuka dan tanpa malu-malu. Yang awalnya sebuah ujian dikatakan sebuah proses”sakral”, sekarang sebuah ujian merupakan permainan yang sudah tidak sakral kembali.
Dampak Negatif dari “kesakralan” yang Pudar
Apakah ada dampak positif dari hilangnya “kesakralan” sebuah ujian? Jika bicara tentang efek sosial dari sebuah ujian maka banyak pendapat yang setuju agar ujian dihapuskan. Pro dan kontra akan adanya ujian selalu menjadi topik hangat yang dapat menjadi diskusi panjang.
Tetapi disini coba kita lihat efek jika ujian tidak serius banyak bercanda dan tidak fokus; tidak sungguh-sungguh mengerjakan; tidak jujur dan curang dalam ujian; dan itu semua sudah menjadi rahasia umum. Walaupun sebenarnya masih ada yang menjaga norma-norma ujian agar ujian dapat mengetahui kemampuan sebenarnya dari seseorang. Hal tersebut mengakibatkan pertanyaan besar, ketika hasil yang didapat keluar. Benarkah itu kemampuan sebenarnya?
Hal-hal tersebut membuat nilai sebuah hasil ujian hanya menjadi selembar kertas yang sebenarnya ada angka-angkanya, tetapi justru seperti terlihat kertas kosong. Ketika tes melamar kerja yang menyangsikan nilai yang tertulis di lembar itu. Pasti para guru atau dosen tidak rela jika perusahaan/instansi mengabaikan hasil yang tertulis dikertas tersebut. Seakan belajar selama 3 atau 4 tahun tidak ada gunanya.
Siapa yang salah dengan ini semua? Semua perlu mengevaluasi sistem pendidikan sekarang ini dengan mengembalikan “kesakralan” dari sebuah ujian. Agar perusahaan atau instansi yang mempekerjakan seseorang dengan nilai tertentu yang memang itu kemampuan yang sebenarnya. Dan hasil ujian yang dikertas dapat benar-benar terisi sebuah angka yang nyata. Mari selamatkan kualitas pendidikan kita seiring memperluas kuantitas sebaran pendidikan di Indonesia.