Siedoo, BELAJAR sejarah bisa dari mana saja. Selain dari bangku akademis, bisa juga melalui literatur, museum, atau bahkan dengan cara yang lain. Misalnya bergabung komunitas pecinta sejarah.
Seperti di Magelang, Jawa Tengah ada komunitas pecinta sejarah dengan anggota yang tidak ada batasan usia. Nama komunitas itu Komunitas Kota Toea Magelang.
Dalam komunitas ini anggotanya dapat belajar sejarah melalui berbagai agenda kegiatan. Seperti bedah buku, pameran, kunjungan, serta penjelajahan peninggalan ‘tempo doeloe’ yang masih bisa ditelusuri.
Untuk kali keenam Komunitas Kota Toea (KTM) Magelang mengadakan acara terkait sejarah perkeretaapian di sekitar Magelang. Acara bertajuk ‘Djeladjah Sepoer #6’ ini menyusuri jalur kereta api dari eks Stasiun Secang, Kabupaten Magelang hingga eks Stasiun Kranggan, Kabupaten Temanggung, Minggu (23/9/2018).
Ketua KTM Bagus Priyana menjelaskan, para peserta jelajah akan melintasi rute sejauh 8 km dengan berjalan kaki atau istilahnya heritage trail. Kegiatan kali ini diikuti sekitar 100 peserta berasal dari berbagai daerah seperti Sragen, Solo, Magelang, Temanggung, Semarang, Jakarta, dan ada dari Mesuji Lampung.
Menurut Bagus, kegiatan jelajah semacam ini sebagai wahana belajar sejarah. Terlebih anak muda sekarang kurang paham bila di Magelang pernah menjadi saksi kejayaan kereta api. Karena kalah dengan moda transportasi dan faktor bencana letusan gunung Merapi, maka masa kejayaan kereta api Magelang pun berakhir.
“Tujuannya menggali sejarah perkeretaapian di daerah Magelang dan sekitarnya. Sekaligus mengenang kejayaan kereta api sebelum berakhir tahun 1970-an,” papar Bagus.
Karya Aanemeer Ho Tjong An
Menilik sejarah perkeretaapian yang melintasi Magelang, tidak lepas dari peran seorang pemborong proyek (aanemeer) Ho Tjong An asal Temanggung, Jawa Tengah. Setelah selesai membuat jalur kereta api Blora-Cepu tahun 1899, dia menggarap rel kereta api Ambarawa-Secang diakhir 1890-an.
Kemudian, pemborong kelahiran Tungkwan, Canton tahun 1841 ini juga menyambung jalur Yogyakarta-Magelang. Setelah itu dibangunlah jalur Magelang-Secang, dan Secang-Temanggung-Parakan.
“Seluruh jalur ini beroperasi awal tahun 1900an dan menjadi sarana vital untuk mengangkut hasil bumi seperti padi dan tembakau,” papar Bagus.
Selanjutnya Bagus mengungkapkan, pembangunan rel Ambarawa-Secang merupakan jalur pekerjaan berat mengingat harus menembus memotong pegunungan dan mengurug jurang. Setiap harinya tidak kurang dari 3.000 pekerja proyek.
“Seperti termuat di Koran Sin Po tahun 1919,” ungkap Bagus.
Bagus juga mengatakan dalam koran itu juga terungkap, untuk grondverzet (pembebasan lahan) yang diborong untuk jalur Magelang-Secang-Parakan, Ho Tjong An menghabiskan biaya f 350.000 (350.000 guilders Belanda). Jumlah uang yang sangat besar kala itu.
Dalam kegiatan jelajah ini diketahui jalur kereta api Magelang-Secang beroperasi mulai 15 Mei 1903, jalur Ambarawa-Secang mulai 1 Februari 1905, dan jalur Secang-Temanggung mulai digunakan 3 Januari 1907.
“Sedangkan jalur Temanggung-Parakan baru beroperasi tanggal 1 Juli 1907,” ungkap Bagus.
Siedoo/Narwan SK