Siedoo.com -
Nasional

633 Perguruaan Tinggi ‘Sakit’, Perlu Disehatkan

JAKARTA – Jumlah perguruan tinggi di Indonesia terdapat 4.529 kampus. Dari jumlah tersebut terdapat 3.168 perguruan tinggi kecil yang 633 diantaranya dalam kondisi sakit. Karenanya Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti) mendorong untuk dilakukan merger atau penggabungan.

“Kami meminta agar kampus-kampus yang tergolong pada kategori kecil dan kurang sehat segera melakukan merger dan kemudian diakuisisi. Jadi dengan akuisi itu mereka tidak perlu mendirikan perguruan tinggi baru,” kata Direktur Jenderal Kelembagaan Kemenristekdikti Patdono Suwignjo dilansir dari pikiranrakyat.com

Dikatakan, merger dapat mengurangi jumlah perguruan tinggi yang tak kompetitif. Menurutnya jumlah kampus di Indonesia juga terlalu banyak. Ketimpangan kualitas antarperguruan tinggi membuat distribusi mahasiswa dan dosen menjadi tidak merata.

Disebutkan, merger kampus-kampus kecil ini sudah berjalan sejak sekitar 2 tahun lalu. Patdono menyebutkan, per Agustus 2018 ini, ada 200 usulan merger yang sedang diproses di Ditjen Kelembagaan Kemenristekdikti. Ia berharap, target Menristekdikti untuk mengurangi 1.000 perguruan tinggi bisa tercapai pada akhir tahun ini.

“Ada yang tiga perguruan tinggi merger jadi satu. Ada yang empat merger jadi satu, dan ada yang dua merger jadi satu,” katanya.

Ia menuturkan, penggabungan kampus kecil merupakan satu dari beberapa solusi yang ditawarkan pemerintah untuk meningatkan kualitas pendidikan tinggi nasional.

“Agar perguruan tinggi dapat tetap beroperasi secara efisien. Penggabungan dan penyatuan ini merupakan  suatu kesempatan supaya perguruan tinggi lebih sehat,” ucap Patdono.

Menristekdikti Mohamad Nasir meyakini merger menjadi satu perguruan tinggi akan meningkatkan mutu pendidikan tinggi nasional.

Menurut dia, penggabungan akan menghasilkan struktur lebih ramping dan pengelolaan keuangan yang sehat. Sebagian besar kampus yang melakukan merger merupakan perguruan tinggi swasta.

“Penggabungan PTS menjadi satu dan empat program kerja prioritas Kemenristekdikti tahun ini,” kata Nasir.

Baca Juga :  Kaum Hawa Bangun Kesadaran Kritis Lewat Sekolah Perempuan

Ia menuturkan, penggabungan harus dilakukan untuk menghadapi tantangan revolusi industri 4.0 dan ekonomi digital. Menurut dia, PTN dan PTS harus mampu adaptif terhadap setiap perubahan mulai dari pengelolaan kelembagaan, riset, kualitas sumber daya dosen, kurikulum maupun mahasiswa.

“Saat ini sudah ada 3 perguruan tinggi yang melakukan merger. Jika yayasan perguruan tingginya sama akan lebih mudah untuk bergabung,” ujarnya.

Fungsi Pembinaan Harus Diperkuat

Di sisi lain, dilansir dari rebuplika.co.id, Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjiafuddin meminta Kemenristekdikti memperkuat fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap perguruan tinggi kecil. Bahkan, yang dinilai kurang sehat. Kalaupun harus dimerger atau digabung maka harus dipastikan agar tidak ada pihak yang dirugikan.

“Pastikan dulu agar tidak ada yang dirugikan. Dosen, mahasiswa, tenaga pendidikan, yayasan dan lain-lain wajib terlibat dalam proses tersebut,” jelasnya.

Hal tersebut penting dipertimbangkan, agar setelah dimerger perguruan tinggi yang kurang sehat menjadi benar-benar kuat dan berkualitas. Jangan sampai upaya merger tersebut malah menjadikan konflik baru dalam hal manajemen kampus dan lain-lain.

“Dan bagaimanapun, masalah ini juga wajib menjadi koreksi pemerintah: kalau sebuah PTS kini dibubarkan atau digabungkan ya kenapa dulu diizinkan berdiri?” tegas Hetifah.

Angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi di Indonesia yang masih sangat rendah yaitu sebesar 31,5 persen juga harus menjadi perhatian. Karena kata Hetifah, jika dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, Singapura, apalagi Korea, selisih APK-nya sudah sangat jauh.

“Untuk menaikkan APK itu, perguruan tinggi swasta juga sangat penting kehadirannya. Jadi pembinaan itu harus benar-benar dilakukan,” kata dia. (Siedoo)

Apa Tanggapan Anda ?