SURABAYA – Indonesia sebagai negara yang masih memiliki angka kecelakaan maritim yang tinggi. Permasalahan yang terjadi, di Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) sebagai akses menuju pelabuhan terbesar kedua di Indonesia, yaitu Tanjung Perak. APBS dikenal sebagai jalur padat lalu-lintas laut. Serta, terdapat banyak instalasi pipa minyak dan gas milik berbagai macam perusahaan.
“Yang menjadi masalah adalah risiko terjadinya kecelakaan kapal yang melibatkan pipa-pipa tersebut,” kata keynote speaker dari ITS, Prof Dr Ir Ketut Buda Artana ST MSc.
Ia menjelaskan perihal menjaga keselamatan operasi kapal dan instalasi kelautan itu di acara bergengsi Gelaran Maritime Safety International Conference (MASTIC) 2018 yang diadakan Departemen Teknik Sistem Perkapalan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya di Bintang Resort, Kuta, Bali. Menurut Ketut, pipa bawah laut yang berada di wilayah APBS yang hanya berjarak sekitar 100 meter di bawah permukaan laut sangat berisiko.
Jika ada kapal karam dan akhirnya mengenai pipa. Atau juga ketika jangkar diturunkan dapat mengenai pipa bawah laut tersebut dan mengakibatkan dampak yang lebih besar. Seperti contoh kasus di teluk Balikpapan beberapa bulan lalu.
“Jangkar kapal yang terbawah arus mengenai pipa minyak milik PT Pertamina dan menyebabkan kebakaran besar,” katanya.
Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) ITS ini juga mengatakan, keselamatan lalu lintas laut telah menjadi isu penelitian penting di beberapa tahun terakhir. Itu karena tingginya angka kecelakaan maritim, terutama pada kasus tabrakan kapal laut.
“Berdasarkan data statistik Lloyd’s List Intelligence Casualty Statistics, kerugian tertinggi yang diakibatkan kecelakaan kapal pada rentang tahun 2007-2016, terdapat di Laut China Selatan, Indochina, Indonesia termasuk di dalamnya dan juga Filipina,” ungkap pria lulusan S3 Kobe University, Jepang ini.
Untuk itu, sebagai institusi pendidikan yang menjadi poros maritim di Indonesia Timur, seperti yang diketahui, ITS telah mengembangkan sebuah solusi global untuk meminimalisasi kemungkinan bahaya-bahaya tersebut dengan teknologi yang sudah dipublikasikan yaitu Automatic Identification System ITS (AISITS), di depan para pemerhati dunia maritim global. Inovasi sistem peringatan dini pada dunia kemaritiman yang berhasil dikembangkan bersama Kobe University, Jepang ini dapat menampilkan data secara real time sebuah peringatan dini jika kapal mendekati zona bahaya.
“AISITS akan mengirim alarm peringatan jika ia (kapal, red) memasuki zona bahaya. Jika di bawah kapal terdapat instalasi kelautan seperti pipa atau kabel bawah laut,” urainya.
Pria yang juga menjabat Wakil Rektor IV Bidang Inovasi, Kerjasama, Kealumnian, dan Hubungan Internasional ITS ini, AISITS merupakan sebuah solusi yang sangat bagus jika bisa diterapkan nantinya di seluruh Indonesia atau bahkan dunia.
Menanggapi hal itu, Prof Masao Furusho dari Kobe University, Jepang mengusulkan agar ke depannya AISITS dapat dikembangkan dengan menggunakan virtual buoy. Pasalnya, biaya produksi bila dibandingkan menggunakan real buoy, jauh lebih murah menggunakan virtual buoy.
“Virtual buoy juga merupakan sebuah terobosan baru di dunia maritim untuk ke depannya,” tandasnya.