BANDUNG – Dua per tiga wilayah Indonesia terdiri dari kawasan perairan. Kondisi ini berdampak pada peristiwa kecelakaan laut yang tidak bisa dihindarkan. Bahkan, kecelakaan laut bisa mengakibatkan korban jiwa.
Beberapa kali kecelakaan kapal memang menimbulkan banyak korban hilang di laut. Seperti halnya kasus hilangnya lima orang nelayan di perairan Supiori pada Januari 2015 lalu.
Namun demikian, penanganan pencarian korban manusia masih bersifat manual. Dengan alasan itu, mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), Jawa Barat berkarya dengan membuat sebuah produk pencari korban bencana di laut yang diberi nama HDS (Human Detection System). HDS, gabungan teknologi Machine Learning dan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) ini dirancang Muhammad Arkaan Izhraqi (13214056), Nyoman Abiwinanda (13214096), dan Adinda Sekarwangi (13214151).
“Awalnya terinspirasi dari Badan SAR Nasional yang menggunakan drone sebagai suatu sistem UAV dalam pencarian korban di laut. Namun pencariannya masih bersifat manual, tanpa adanya suatu sistem pendeteksi. Sehingga akan membutuhkan waktu yang lama dalam pencariannya,” lanjut Arkaan.
Karya ini dibuat untuk membantu pencarian korban kecelakaan di laut. Mengingat kecelakaan semacam ini kerap terjadi di Indonesia. HDS juga sudah dipamerkan di salah satu stand EEDays 2018 di Aula Timur ITB, sebagai salah satu syarat kelulusan.
Proses pendeteksian korban di HDS ini menggunakan algoritma khusus. Algoritma Deteksi yang disebut You Only Look Once (YOLOv2) ditanam di komputer ground station, dan dioptimasi lebih lanjut dengan boosting tracker berkecepatan 18 FPS (Frames per Second). Objek yang dapat dideteksi menggunakan algoritma ini adalah manusia dan kapal.
“Sejauh ini, HDS baru mampu mendeteksi objek di dekat permukaan laut saja. Sehingga, perlu dilakukan peningkatan pada pengambilan gambar seperti dengan digunakannya kamera inframerah,” jelas Arkaan.
Berbeda dengan UAV pada umumnya, HDS lebih unggul karena dapat bekerja secara otomatis tanpa harus melakukan pemantauan secara terus menerus oleh operator di ground station. Daerah pencarian yang cukup luas dan operator yang tidak memungkinkan untuk memantau pencarian selama 24 jam, HDS menjadi solusi yang efektif untuk memecahkan masalah ini.
Karya ini dibuat dengan mengintegrasikan sistem autopilot UAV berupa Hexa Copter dengan perangkat lunak pendeteksian obyek. Sehingga, proses pencarian dapat diotomatisasi, dan proses pencarian memungkinkan dilakukan secara paralel.
Skema Penggunaan HDS
Produk ini menggunakan hexacopter yang dikendalikan secara autopilot. Pertama Hexa Copter akan terbang sesuai dengan waypoint yang ditetapkan oleh operator di ground station sebagai bentuk inisiasi awal.
Video akan ditransmisikan ke ground station kemudian di proses dengan software pendeteksi manusia. Di bagian antarmuka ground station, akan ditampilkan notifikasi berupa bonding box. Bila ada manusia yang terdeteksi maka kemudian akan diikuti bunyi alarm.
Output akhir yang dihasilkan dari antarmuka adalah posisi korban dalam bentuk koordinat. Perancangan HDS ini dibawah bimbingan dosen Teknik Elektro ITB, yakni Arif Sasongko, S.T., M.T., Ph.d. dan Muhammad Iqbal Arsyad, S.T., M.T.
“Berharap karya ini dapat diaplikasikan dikemudian hari. Sehingga, membantu lebih cepat evakuasi korban kecelakaan di laut,” tandasnya.