JATINANGOR – Persoalan penipuan dari beragam produk investasi yang menawarkan keuntungan tinggi dalam jangka pendek mendapatkan perhatian khusus. Kurangnya literasi keuangan dan pemanfaatan laporan keuangan dalam pengambilan keputusan, merupakan salah satu penyebab masyarakat mudah terbujuk untuk berinvestasi di perusahaan atau entitas tanpa melihat dan menganalisa kondisi keuangannya.
Dengan demikian, maka literasi keuangan masyarakat perlu ditingkatkan. Selain itu juga disarankan bahwa perlu aturan dan sanksi yang tegas mengenai kewajiban perusahaan menyelenggarakan laporan keuangan usahanya dengan baik.
“Untuk itu, sangat diperlukan Undang-Undang Pelaporan Keuangan yang mewajibkan perusahaan dari berbagai tingkatan untuk menyusun laporan keuangan,” ujar Ketua Badan Pemeriksa Keuangan RI Prof. Dr. H. Moermahadi Soerja Djanegara, CA., CPA.
Ia menyampaikan itu saat membacakan orasi ilmiah berjudul “Urgensi Profesionalisme Pengelolaan Keuangan melalui Kewajiban Pelaporan Keuangan” di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, Jl. Dipati Ukur No. 35 Bandung, Kamis (26/4/2018). Prof. Moermahadi diangkat Rektor Unpad Prof Tri Hanggono Achmad sebagai Dosen Tidak Tetap dalam jabatan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpad.
Prof. Moermahadi mengungkapkan bahwa verifikasi terkait kondisi perusahaan diantaranya dapat dilakukan melalui laporan keuangan. Ataupun laporan-laporan lainnya yang menunjukkan kondisi sebenarnya dari perusahaan tersebut.
Hal penting lainnya yang dibutuhkan adalah kualifikasi profesional bagi para pembuat laporan keuangan. Mengingat pentingnya kualifikasi profesional bagi para pembuat laporan keuangan, sudah seharusnya dilakukan pengaturan yang mewajibkan para pembuat laporan keuangan tersebut diisi orang-orang yang memiliki kualifikasi profesional yang diperlukan.
Berdasarkan kajian akademis Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), belum ada negara yang menerapkan kompetensi minimum bagi pihak manajemen yang bertanggung jawab atas penyusunan dan pelaporan keuangan. Padahal, kewajiban tersebut dinilai sangat penting untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan.
“Kepada para akademisi, organisasi profesi, dan juga pemerintah, marilah kita bekerja sama untuk menyusun dan merumuskan program sertifikasi ini agar pembuatan laporan keuangan diberikan kepada orang-orang yang tepat dengan keahlian yang tepat,” jelas Prof. Moermahadi.
Adapun terkait masih rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia, mengakibatkan masyarakat mudah tertipu beragam produk investasi yang menawarkan keuntungan tinggi dalam jangka pendek tanpa mempertimbangkan risiko. Sebelum melakukan keputusan ekonomi atau investasi, masyarakat seringkali tidak melakukan verifikasi terhadap kondisi dan kredibilitas perusahaan.
Kredibilitas lembaga keuangan sebaiknya menjadi bahan pertimbangan dan jangan cepat tergiur oleh iming-iming harga murah dan bunga tinggi. Karena di ilmu manajemen keuangan berlaku istilah high risk, high return.
“Dengan kata lain, imbal hasil yang tinggi selalu ditemani oleh risiko yang tinggi. Mereka selalu berjalan beriringan seperti halnya sahabat baik,” urainya.