YOGYAKARTA – Banyak sekali hasil penelitian yang dihasilkan oleh dosen dan mahasiswa, namun belum banyak hasil riset yang didorong menuju komersialisasi. Untuk itu perlu introspeksi tentang apa yang sudah dicapai.
“Posisi kita dimana dan sejauh mana produk pengembangan penelitian Universitas Negeri Yogyakarta (UNY),” kata Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerja Sama UNY Prof. Siswantoyo.
Ia mengatakan itu saat Workshop Hilirisasi dan Komersialisasi Hasil Inovasi dan Hak Atas Karya Intelektual di Rektorat UNY. Kegiatan ini diikuti oleh para wakil rektor, dekan, wakil dekan, staf ahli dan sejumlah dosen di UNY. Digagas oleh bidang perencanaan dan kerja sama UNY, workshop ini dihelat dalam rangka berpikir untuk masa depan tentang hilirisasi hasil riset dimana UNY dapat berkolaborasi dengan industri.
Menurut dia, tantangan kedepan salah satunya adalah naik kelas dari PTN BLU menjadi PTN BH. “Pada saat transisi ini mau tidak mau setelah menjadi PTN BH harus lebih mandiri, baik dari sisi keuangan atau pengembangan keilmuan,” jelasnya.
Komisaris Utama Kimia Farma Diagnostika Retno Sumekar, M.Si menyampaikan, bicara tentang riset maka harus ada kreativitas dalam pola pikir inovatif. Jangan melakukan riset hanya karena memenuhi kebutuhan pribadi namun harus karena memenuhi kebutuhan pasar.
Rahasia komersialisasi tidak hanya tergantung pada teknologi saja, tapi yang lebih penting adalah berorientasi pada pendapatan, skalabilitas, arus kas, keuntungan dalam dua tahun dan keunggulan kompetitif.
“Kita melakukan usaha harus diperhitungkan bagaimana agar bisa profit dalam waktu dua tahun. Bicara start-up apabila dalam waktu dua tahun tidak untung maka jangan diteruskan,” bebernya.
Dikatakan bahwa, perjalanan menjadikan sebuah invensi menjadi inovasi cukup memacu adrenalin karena akan ada faktor luar yang ikut menyerang. Kompetitor pasti tidak akan tinggal diam. Oleh karena itu untuk merealisasikan inovasinya carilah mitra yang tepat.
Lebih jauh Retno Sumekar memaparkan bahwa peran manajemen inovasi di perguruan tinggi dalam komersialisasi sangat penting karena mengelola inovasi yang bernilai komersial. Sekaligus memberi input kegiatan research and development ke fakultas atas kebutuhan teknologi di industri ataupun kebutuhan pasar.
“Tidak dilupakan juga identifikasi terhadap seluruh hasil penelitian untuk memilah invensi yang bernilai komersial, atau invensi yang langsung dapat didesiminasikan ke masyarakat. Atau invensi yang masih perlu disempurnakan lebih lanjut,” ungkapnya.
Menurutnya LPPM dan Inkubator adalah garda depan universitas dalam mengkomersialisasikan hasil produknya. Untuk itu dibutuhkan tingkat kesiapan teknologi (TRL) dan tingkat kesiapan inovasi (IRL).
Retno memaparkan pada tahap TRL ini baru membicarakan tentang inovasi belum bicara tentang bisnis, karena hal itu baru dibahas di IRL. Dalam pengembangan produk, Retno mengatakan harus ada validasi teknologi, desain produk pendahuluan, produk trial, uji coba dan masuk skala komersial.
Diungkapkannya bahwa pada tahap penemuan yang dimulai dari ide, teknologi inovatif dan evaluasi dikembangan menjadi prototype, produk dan evaluasi di tahap pengembangan dan inovasi. Tahap penemuan adalah lahannya universitas sedangkan tahap pengembangan dan inovasi adalah lahannya perusahaan, katanya.
Retno berpesan pada UNY apabila akan membuat produk jangan lupa perhatikan permintaan pasar dan dorongan pasokannya. Dengan pertemuan ini Wakil Rektor UNY juga mengajak pimpinan di UNY untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki dibawah bimbingan Retno Sumekar. (Siedoo)