Siedoo, Dalam implementasinya, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Terintegrasi dapat dikembangkan dengan beberapa model pengintegrasian. Diantaranya skills integrated, conceptual integrated science, serta integrasi IPA dengan potensi/keunggulan/kearifan lokal.
“Bahwa dalam konteks pembelajaran IPA, maka bentukan unity in diversity dapat ditinjau empat hal,” kata Prof. Dr. Insih Wilujeng, M.Pd. dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar dalam bidang Pendidikan IPA pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Pidato berjudul ‘IPA Terintegrasi dan Pembelajarannya sebagai Perwujudan Unity in Diversity’ tersebut dibacakan dihadapan rapat terbuka Senat.
Bentukan unity in diversity dapat ditinjau empat hal yaitu, pertama keragaman pengembangan keterampilan peserta didik dalam belajar IPA meliputi keterampilan proses, keterampilan praktik, keterampilan berpikir menuju pada unity atau kesatuan terkait strategi berpikir. Yaitu konseptualisasi, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang sama.
Tinjauan kedua, keragaman disipliner ilmu dalam meninjau dan membahas alam seperti fisika, kimia, biologi, geologi, astronomi, kesehatan dan lingkungan menuju pada unity (IPA). Tinjauan ketiga keragaman konseptual Fisika, Kimia dan Biologi menuju pada unity meskipun masih bersifat connected seperti fisika-biologi, fisika-kimia dan kimia-fisika.
Tinjauan keempat adalah keragaman potensi/keunggulan/kearifan lokal menuju pada unity standar isi IPA yang komprehensif (Nature of Science). Berdasar empat tinjauan tersebut, maka penanaman konsep dasar IPA untuk jenjang pendidikan dasar akan terjawab.
“Karena IPA tidak dibahas secara tersegmentasi,” jelasnya.
Menurut dia, IPA adalah ilmu pengetahuan tentang objek atau proses pengamatan alam, mencakup biologi, fisika, kimia dan bumi antariksa, yang berbeda dengan ilmu abstrak atau teoretis, seperti matematika atau filsafat. Segala fenomena alam wajib dipelajari dan dipahami.
“Sehingga bisa menjadi sumber kehidupan, mempererat kekerabatan dan membentuk unity in diversity,” bebernya.
Salah satu cara mempelajari fenomena alam adalah melalui belajar IPA/Sains yang dimensinya dibagi dalam empat macam. Yaitu IPA sebagai cara berpikir, sebagai cara untuk melakukan investigasi, sebagai pengetahuan, serta aplikasi IPA di masyarakat yang sering disebut teknologi.
“IPA pada zaman sekarang sangat erat kaitannya dengan masyarakat dan teknologi. Ketika ilmuwan bekerja, maka dia terlibat dengan aktivitas yang ada dalam masyarakat seperti bekerjasama,” ungkapnya.
Selain itu, dampak yang ditimbulkan dari penggunaan teknologi yang dihasilkan sebagai perkembangan IPA dapat mempengaruhi kondisi sosial masyarakat. Pembelajaran IPA harus memperhatikan karakteristik IPA sebagai proses dan IPA sebagai produk.
Wanita kelahiran Madiun, 2 Desember 1967 tersebut mengatakan Unity in Diversity adalah suatu konsep yang menandakan persatuan diantara individu-individu (peserta didik) yang memiliki keragaman tertentu di antara mereka.
“Keragaman tersebut bisa berdasarkan budaya, bahasa, ideologi, agama, sekte, golongan, suku, dan lainnya,” urai warga Gundengan Lor, Margorejo, Tempel, Sleman tersebut.
Keunikan seseorang tidak akan pernah terwujud jika ia tidak pernah berada dalam keberagaman. Dengan demikian, keragaman merupakan anugerah yang harus diterima oleh setiap manusia.
Seseorang menolak keragaman atau memperlakukan keragaman dengan sikap moral yang tidak baik, ia secara tidak langsung menyangkal kodrat dirinya sebagai manusia.
Doktor Pendidikan IPA Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, Jawa Barat tersebut menyatakan, pembelajaran IPA terintegrasi juga mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan nilai yang memungkinkan peserta didik berpartisipasi dalam masyarakat multi-etnis. Perencanaan pembelajaran IPA Terintegrasi untuk melayani keragaman memberikan tantangan bagi guru dan sekolah untuk menyeimbangkan kebutuhan peserta didik.
“Kebutuhan peserta didik bisa terkait dengan keterampilan yang ingin mereka kuasai, disiplin ilmu IPA yang mereka minati, keholistikan kajian IPA maupun kebutuhan potensi/keunggulan/kearifan lokal yang mereka miliki,” tandasnya. (*)