MAGELANG – Desa Growong Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang berada di ketinggian lebih dari 1000 mdpl, dan umumnya berupa lahan hutan milik Perhutani, tidak memungkinkan untuk dibudidayakan tanaman padi. Oleh karena itu, masyarakat Desa Growong lebih banyak membudidayakan tanaman hortikultura seperti aneka tanaman sayuran, aneka tanaman buah, aneka tanaman umbi-umbian, dan tanaman herbal. Baik di lahan terbuka atau di antara tanaman-tanaman kayu di hutan.
Jenis komoditas yang terakhir yaitu tanaman herbal mulai dibudidayakan sejak tahun 2013 setelah memperoleh pendampingan dari Balai Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan (BPPK) Kecamatan Tempuran. Oleh BPPK, masyarakat dimotivasi untuk budidaya tanaman obat, empon-empon, atau herbal di bawah tegakan pohon-pohon di hutan yang lembab dengan penyinaran yang kurang.
Pola budidaya seperti ini disebut agroforestry. Sistem agroforestry herbal di hutan rakyat ini menggunakan satu prinsip yaitu menciptakan pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat yang berkelanjutan sebagai sistem kombinasi tanaman berbasis kayu. Hutan rakyat yang didominasi oleh tanaman kayu akan menciptakan kondisi iklim mikro yang spesifik, sehingga tanaman herbal yang dikembangkan dapat tumbuh dengan subur.
Berbagai jenis tanaman herbal dibudidayakan di wilayah tersebut, antara lain yang termasuk rimpang adalah temulawak, kunyit, bengle, dan jahe. Tanaman yang dimanfaatkan daunnya meliputi kumis kucing, sambiloto, pegagan, daun ungu, salam, dan kemuning.
Sedangkan tanaman yang diambil kulitnya adalah kayu manis, dan yang diambil bunganya adalah ciplukan. Ada juga yang dimanfaatkan akarnya, yaitu alang-alang dan sidagari, sedangkan kayu secang dimanfaatkan batangnya.
Namun demikian agribisnis herbal di Desa Growong belum optimal. Masyarakat masih enggan untuk melakukan budidaya herbal karena menurut mereka cara budidaya dan pengolahan pasca panennya rumit. Sementara yang sudah melakukan budidaya sering tidak sesuai dengan Good Agricultural Practices yang telah ditentukan. Sehingga kualitas herbal yang dihasilkan rendah dan kurang laku di pasaran atau harga jual rendah. Padahal permintaan pasar terhadap produk herbal sangat besar.
Kondisi ini mendorong sekelompok dosen Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA) yang diketuai Oesman Raliby dari Fakultas Teknik. Kelompok ini beranggotakan Retno Rusdjijati (Fakultas Teknik), Diesyana Ajeng P (Fakultas Ekonomi), dan Imron Wahyu H. (Fakultas Ilmu Kesehatan).
Salah satu anggota kelompok, Retno Rusdjijati mengatakan, kelompok dosen ini melakukan kegiatan pendampingan sejak tahun 2017 hingga 2019. Bertujuan, membantu masyarakat Desa Growong dalam mengembangkan bisnis tanaman herbal.
“Kegiatan ini untuk membantu masyarakat desa merintis Desa Wisata Berbasis Herbal,” katanya, Senin (10/8/2020).
Kegiatan pendampingan ini memperoleh pendanaan dari Kemenristekdikti melalui skim Program Pengembangan Desa Mitra (PPDM). Adapun kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan selama 3 tahun tersebut antara lain adalah penguatan kelembagaan kelompok tani melalui pengajuan badan hukum.
“Kemudian diversifikasi olahan produk tanaman herbal berupa produk-produk perawatan tubuh, pelatihan pengolahan aneka umbi-umbian, peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pelatihan keterampilan memijat kepada para ibu,” ujar Retno.
Selain itu, lanjut Retno, juga pembuatan biodigester pengolah kotoran kambing, pembentukan Bumdes, reorganisasi Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), fasilitasi kerjasama dengan Perhutani.
“Serta pembentukan Posyantek, dan perancangan peralatan pengolah herbal,” lanjutnya.
Di akhir pendampingan, dengan memanfaatkan dana desa di Desa Growong telah dibangun sebuah bangunan untuk operasional Bumdes yang diberi nama Sarwo Miguno. Bumdes dibantu dengan Posyantek yang telah dibentuk Dispermades Kabupaten Magelang, secara bersama-sama mengelola agribisnis herbal yang diusahakan oleh masyarakat.
Dengan potensi ini, Desa Growong mulai dilirik oleh pihak lain untuk dikunjungi. Sebagai pengunjung pertama adalah dari warga Desa Jumoyo, Salam, Kabupaten Magelang. Dengan kedatangan dari pihak luar tersebut, semakin memotivasi warga Desa Growong untuk terus berbenah.
“Semoga impian mereka untuk menjadikan desanya sebagai Desa Wisata Herbal, dapat segera terwujud. Dukungan dari berbagai pihak terutama dari Pemerintah Daerah sangat dibutuhkan untuk mewujudkannya,” harap Retno. (Siedoo)