JAKARTA – Seni adalah medium yang membantu murid dalam mengenali bakat mereka. Mengenali bakat, dimulai dari minat yang kemudian memunculkan kecintaan. Untuk menumbuhkan kecintaan itu, diperlukan orang dewasa sebagai teladan, yaitu para guru.
Tujuan pendidikan seni bukan serta merta untuk mencetak seniman, melainkan untuk menumbuhkan kepekaan dan daya tanggap murid. Respon terhadap kepekaan yang difasilitasi oleh guru, akan mendorong murid lebih merdeka dalam berkarya dan berinovasi.
Demikian dikatakan Menteri Pendidikan dan Kebudaayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim saat berdialog dengan sejumlah budayawan mengenai esensi Merdeka Belajar melalui telekonferensi, Kamis (16/7/2020).
Terkait upaya mencetak murid yang berdaya cipta, dalam siaran pers (17/7/2020) Mendikbud menggagas pendekatan pendidikan seni yang selaras dengan pendekatan pendidikan sains, maupun bahasa.
“Seperti belajar bahasa, bukan hafalan tata bahasanya yang kita sasar, melainkan minat membaca dan pengetahuan yang didapat dari gemar membaca. Bahkan, kemampuan menciptakan karya sastra,” terang Mendikbud.
Gagasan Mendikbud disambut positif oleh perupa Dolorosa Sinaga. Menurut Dolorosa, pendidikan seni adalah prasyarat kemerdekaan berpikir.
“Seperti pelajaran sains, melalui pendidikan seni yang berbasis proyek (project-based), anak-anak dapat menggali berbagai pengetahuan dari proses berekspresi dan berkarya,” ujar Dolorosa.
Penyempurnaan pendekatan pendidikan seni nantinya diharapkan Mendikbud dapat menempatkan pendidikan seni setara dengan bidang pendidikan lainnya. Mendikbud menyampaikan, di negara-negara maju, peserta didik bisa mendapatkan beasiswa melalui jalur prestasi di bidang seni, maupun olahraga.
“Jalur ini nantinya harus bisa kita sediakan di Indonesia,” ujar Mendikbud.
Merdeka Belajar yang Menguatkan Karakter
Tujuan akhir dari pendidikan seni dalam konteks Merdeka Belajar menurut Mendikbud adalah terlahirnya pelajar-pelajar Pancasila yang cerdas dan berkarakter. Nilai-nilai karakter yang dikembangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) didasari dari filosofi pendidikan karakter Ki Hajar Dewantara. Yakni, olah hati (etika), olah pikir (literasi), olah karsa (estetika), dan olah raga (kinestetik). Keempat aspek filosofi tersebut, terangkum dalam pendidikan seni.
Budayawan Butet Kertaredjasaberbagi pengalaman penguatan karakter yang didapat dari belajar seni teater. Seni teater mengajarkan pengenalan minat dan menumbuhkan keberanian belajar sesuatu yang baru.
“Dari seni teater juga karakter kepemimpinan bisa berkembang,” ungkap Butet.
Pada kesempatan yang sama, kritikus dan kurator seni Hikmat Darmawan berpendapat soal pentingnya aspek kelokalan untuk penguatan karakter. Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) yang telah dirumuskan oleh setiap daerah, dan kemudian menjadi dasar penyusunan Strategi Kebudayaan Nasional.
“Ini dapat memperkaya pendidikan seni sekaligus memperkuat karakter kebhinekaan peserta didik,” katanya.
Melalui kebijakan Merdeka Belajar yang merangkul para stakeholder di bidang pendidikan dan kebudayaan, Kemendikbud berupaya untuk menggali segala potensi bangsa dalam rangka mewujudkan Indonesia maju. Sejumlah masukan dari para tokoh seni dan budaya menjadi pengayaan dalam upaya tersebut.
Selain Butet Kertaredjasa, Dolorosa Sinaga, dan Hikmat Darmawan, turut hadir dalam dialog dengan Mendikbud, Ananda Sukarlan (musisi), Chandra Endroputro (sutradara dan animator). Juga Didik Nini Thowok (seniman tari), Kusen Alipah Hadi (Ketua Koalisi Seni Indonesia), dan Monika Irayati (pendidik seni). (Siedoo)