Siedoo, Melalui program Riset Inovatif Produktif (RISPRO) bertema Prioritas Riset Nasional dari Kemenristek BRIN dan LPDP 2020-2024, Prof. Fatchiyah, M.Kes., Ph.D, memperoleh dana riset dari LPDP Kemenkeu RI. Profesor dari jurusan Biologi FMIPA Universitas Brawijaya (UB) Malang ini dana memperoleh setelah mengajukan kajian yang akan ditelitinya. Yaitu terkait Pemetaan Genetik, Proteomik dan Kajian Nutrigenomik Jenis Padi Berpigmen di Jajaran Pulau Sundaland Indonesia. Dengan tujuan sebagai Bahan Nutrisi Sehat Nasional.
Dilansir dari ub.ac.id (8/7/2020), Fatchiyah mengatakan, Indonesia memiliki varietas padi yang kaya dengan nutrisi berkualitas tinggi, mineral dan senyawa bioaktif.
“Senyawa bioaktif ini terdapat pada beras merah dan hitam yang sekarang paling populer sebagai makanan sehat Indonesia,” katanya Direktur Institute Biosains UB ini.
Pendiri Pusat Studi Molekul Cerdas Dari Sumber Genetik Alami atau lebih dikenal sebagai SMONAGENES UB ini mengatakan, riset ini merupakan mandatori dari Kemenristek BRIN. Serta didanai LPDP dalam bentuk kerjasama dengan Balai Besar Penelitian Padi Deptan, Kementan di Jawa Barat.
Untuk kajian proteomik padi hitam dari pulau Jawa, telah dimulai sejak dua tahun lalu. Sebagai wujud kerja sama riset internasional PS SMONAGENES UB dengan laboratorium Biokimia Departemen Kimia dan Suranaree University of Technology di Thailand. Serta Prof. James RK Cairns sebagai koordinator peneliti dari Thailand.
“Indonesia adalah salah satu satu negara pertama yang melakukan domestikasi dan mengolah padi yang berbeda dengan yang ditanam di China dan India,” kata Fatchiyah.
Ia menjelaskan, ada tiga kelompok ragam beras yang didominasi di Asia, yakni Japonica, Indica, dan Javanica. Sejak tahun 1980, hasil padi nasional Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia tropis. Orang Indonesia juga merupakan konsumen beras yang cukup besar, rata-rata lebih dari 200 kg per orang setiap tahunnya.
Fatchiyah menuturkan, beras ditanam pada ketinggian yang bervariasi, dengan sekitar 75 persen penanaman di daerah irigasi dan kurang dari 10 persen di dataran rendah dan tadah hujan. Sebagian besar produksi padi terjadi di pulau Jawa yang memiliki sistem irigasi yang baik. Varietas dataran rendah terutama berasal dari sub spesies Indica dan sekitar 85 persen hasilnya tinggi.
“Ada sekitar 7.000 varietas atau garis padi yang cocok untuk dataran tinggi, dataran rendah atau rawa pasang surut,” tuturnya.
Akan tetapi pemetaan genetik padi atau beras yang dimiliki Indonesia belum banyak dilakukan. Hanya terbatas pada daerah tertentu secara partial, dan publikasi yang ada lebih banyak membahas kandungan beras berpigmen terhadap fungsinya sebagai antioksidan. Belum fokus pada pemetaan genetik dan kandungan yang berbagai khasiat lainnya.
“Beras sebagai makanan pokok penduduk di dunia, berdasarkan warnanya dikelompokkan menjadi beras putih, coklat, merah dan hitam,” lanjutnya.
Untuk beras hitam, kata dia, merupakan beras yang memiliki serat yang tinggi, mineral dan beberapa asam amino yang penting bagi tubuh. Selain itu, pada beras hitam mengandung pigmen antosianin yang berperan sebagai antioksidan. Pigmen tersebut menghasilkan warna ungu gelap kehitaman yang terdapat pada bagian pericarp beras.
“Banyak penelitian menunjukkan dedak beras hitam memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat karena flavonoid fenolik dan antosianin,” jelasnya.
Menurut Fatchiyah, belum banyak peneliti yang meneliti dan mengkarakterisasi fisiko-kimia dan uji biokimia. Serta fungsi biologis dan biomedis terhadap kandungan senyawa bioaktif dari beras hitam utuh berasal dari jajaran pulau Sundaland dan asli Indonesia.
“Kami memprediksi, diet bervariasi dan seimbang merupakan faktor dalam perlindungan terhadap kanker, penyakit kardiovaskular (CVD), diabetes, osteoporosis, obesitas dan kolesterol tinggi,” katanya.
Melaui penelitian yang dilakukannya, Fatchiyah berharap ada pengembangan produk nutrisi sehat siap saji untuk manula dan bayi.
“Selain itu, melalui penelitian ini saya berharap bisa membuat inovasi kosmetik sehat alami yang dikemas modern,” kata Prof. Fatchiyah, M.Kes., Ph.D. (*)