BANDUNG – Dunia pendidikan di Indonesia mendapat sorotan dari kalangan akademisi. Diantaranya dari pengamat pendidikan UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) Said Hamid Hasan. Dikatakan bahwa akses pendidikan masih belum baik dan tingkat drop out juga masih tinggi.
Menurutnya kebijakan pendidikan pemerintah belum jelas arah dan programnya. Sehingga, masyarakat selalu diberi isu kontroversial yang menghabiskan banyak waktu, pikiran, dan energi.
“Hal ini menunjukkan kebijakan pendidikan yang hit and run,” katanya sebagaimana ditulis Sindonews.
Menurutnya kebijakan pendidikan belum mampu memenuhi hak warga negara mendapat pendidikan dan tidak diskriminatif. Keadaan ini membahayakan kehidupan bangsa pada masa depan.
Konsekuensi lain, kata dia, dari kebijakan yang demikian, pendidikan karakter yang sedang dikembangkan dalam Kurikulum 2013 mengalami truncated atau pemenggalan. Hal ini karena hanya dinikmati sebagian anak bangsa yang mendapat pendidikan dan terdidik di sekolah berkualitas.
Sementara itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengaku terus memperluas akses pendidikan. Melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP), pemerintah berupaya memberikan kesempatan sekolah kepada setiap anak Indonesia.
Berdasarkan data per 11 November 2017, tahun ini pemerintah telah menyalurkan KIP sebanyak 13.496.634. Jumlah itu terbagi untuk di jenjang sekolah dasar (SD) sebanyak 7.778.963 anak, sekolah menengah pertama (SMP) sebanyak 3.244.134 anak, sekolah menengah atas (SMA) sebanyak 1.037.351 anak, dan jenjang sekolah menengah kejuruan (SMK) sebanyak 1.436.186 anak.
KIP ini diberikan tidak hanya kepada mereka yang keluarga miskin. Tetapi juga menyentuh anak yatim piatu, anak penghuni panti asuhan, dan peserta didik nonformal.
“Ini adalah upaya perwujudan bahwa negara harus memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan haknya untuk mendapatkan pendidikan,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy.
Dijelaskan, kementerian berupaya agar bantuan sosial bagi anak tidak mampu ini bermanfaat bagi yang membutuhkan. Namun, di sisi lain juga perlu transparansi dan akuntabilitas.
Karena itu, Kementerian memberi KIP dalam bentuk simpanan pelajar yang dilengkapi dengan kartu ATM. Terobosan ini akan mendorong transaksi nontunai dan meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di tingkat pelajar.
“Kalau anak-anak punya rezeki, dengan ATM bisa buat tabungan juga dan tahun ini sudah 100% bisa dilaksanakan melalui nontunai,” ujar dia.