YOGYAKARTA – Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memang terkenal dengan budaya lokalnya. Masyarakat DIY pun selalu mempertahankan tradisi yang telah diwariskan nenek moyang. ilai-nilai tradisional selalu mewarnai upacara adat yang berlangsung. Seni dan budaya sudah menjadi satu bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan mereka.
Dalam sebuah upacara adat diwarnai oleh nilai-nilai tradisional yang tinggi. Salah satunya adalah tradisi Panjang Ilang. Sebuah tradisi yang masih dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat di Desa Giricahyo Purwosari Gunungkidul. Tradisi ini bisa dijumpai dalam rangka acara-acara adat seperti pernikahan dan upacara bersih desa.
Kelompok mahasiswa program studi Pendidikan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tertarik meneliti keunikan tradisi Panjang Ilang. Mereka adalah Muhammad Muslim Hidayatulloh, Nur Isti Qomah dan Yohana Suryana. Penelitian ini berhasil meraih dana dari Fakultas Ilmu Sosial UNY.
Bantuk rasa syukur
Menurut Muhammad Muslim Hidayatulloh, tradisi Panjang Ilang merupakan sebuah bentuk rasa syukur masyarakat terhadap anugrah Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat yang telah diberikan. Panjang Ilang sendiri terbuat dari daun kelapa yang masih muda (janur). Kemudian dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai wadah yang di dalamnya berisikan berbagai makanan.
“Yaitu pisang dan berbagai jajanan tradisional, seperti apem, jadah, jenang, lepet, ketupat dan umbi-umbian” katanya.
Hal yang menarik dari tradisi ini yang dapat dilihat yakni, bahwa jajanan tradisional masih dilestarikan di tengah pesatnya perkembangan makanan modern atau makanan cepat saji. Tradisi Panjang Ilang ini dianggap penting dalam pembentukan karakter masyarakat di era globalisasi yang erat sekali hubungannya dengan degradasi moral yang terjadi di msyarakat. Berbagai nilai yang terkandung dalam tradisi Panjang Ilang diharapkan mampu menjadi salah satu bentuk kearifan lokal dalam pembentukan karakter masyarakat. Terlebih di tengah berkembangnya budaya barat yang semakin menggerus karakter masyarakat lokal yang idealnya menjadi identitas bangsa.
Karakter masyarakat
Nur Isti Qomah menegaskan, nilai-nilai karakter tradisi Panjang Ilang terdapat berbagai hal di antaranya nilai karakter gotong-royong, nilai karakter religius dan nilai karakter nasionalis. Implementasi nilai karakter gotong-royong dalam Panjang Ilang juga turut diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari di Desa Giricahyo. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai aktivitas, misalnya dalam hajatan, gotong royong dalam membangun rumah atau yang lebih dikenal dengan “sambatan”.
Selain itu dalam pelaksanaan kerja bakti atau Merti Dusun juga dilakukan dengan gotong-royong. Nilai gotong-royong yang tercermin dalam persiapan pernikahan terdapat dalam berbagai kegiatan yang dilakukan dalam serangkaian persiapan pernikahan. Biasanya masyarakat akan saling membantu satu sama lain.
Nilai karakter religius yang ada dalam tradisi Panjang ilang juga diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Karakter tersebut dapat dilihat dari kebiasaan masyarakat untuk saling memberi satu sama lain dalam tradisi kenduri, sebagai ungkapan rasa syukur terhadap apa yang telah dicapai sampai saat ini.
Kenduri ini selalu hadir dalam setiap rangkaian acara, seperti acara pernikahan, aqiqah, slametan, tingkeban, peringatan kematian, serta acara-acara adat lainnya. Selain itu karakter religius juga dapat dilihat dari kebiasaan keagamaan yang selalu dilakukan di Desa Giricahyo, seperti pengajian. Pengajian ini selalu dilakukan rutin sebagai upaya untuk memperkaya pemahaman dan pengetahuan ilmu agama masyarakat Desa Giricahyo.
Nilai karakter nasionalis tergambar dalam beberapa kegiatan yakni peringatan Hari Kemerdekaan, peringatan Sumpah Pemuda dan pelesatarian nilai-nilai kebudayaan lokal itu sendiri. Masyarakat Desa Giricahyo melakukan peringatan upacara memperingati hari kemerdekaan yang dilaksanakan rutin sebagai wujud mencintai bangsanya.
Pada umumnya upacara peringatan Hari Kemerdekaan diisi dengan perlombaan tradisional. Seperti gobak sodor, panjat pinang dan beberapa permainan tradisional lain yang melibatkan seluruh masyarakat, khususnya generasi muda yang ada di Desa Giricahyo Purwosari Gunungkidul. (Siedoo)