Siedoo, Bobby Ardiansyah Miraja, salah satu wisudawan dari Departemen Manajemen Bisnis, Fakultas Desain Kreatif dan Bisnis Digital Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Jawa Timur berhasil meloloskan lima (5) paper ilmiah di jurnal internasional yang terindeks Scopus.
Bahkan hebatnya, kelima jurnal ilmiah tersebut berhasil diloloskan hanya dalam waktu setahun terakhir. Dari kelima jurnal ilmiah tersebut, tiga di antaranya sudah dipublikasikan dan dua lainnya masih menunggu jadwal publikasinya tahun ini juga.
Sebenarnya, masih ada dua jurnal ilmiah lagi yang berhasil diterbitkan Bobby di jurnal internasional, namun belum terindeks Scopus. Sebagai informasi, Scopus merupakan pusat data sitasi atau literatur ilmiah yang dimiliki oleh penerbit terkemuka dunia Elsevier.
Meski disibukkan dengan kegiatannya menulis jurnal tersebut, Bobby yang merupakan mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi. Tetapi, mampu menyelesaikan pendidikan sarjananya hanya selama tujuh semester atau 3,5 tahun. Bobby akan diwisuda secara resmi sebagai seorang sarjana pada Minggu (15/3/2020) di Graha Sepuluh Nopember ITS.
Diceritakan Bobby, semua kiprahnya ini berawal dari ajakan salah satu dosen Manajemen Bisnis ITS, Satria Fadil Persada SKom MBA PhD, untuk dibimbing meneliti dan mempublikasikan jurnal ilmiah. Bobby yang kala itu merasa tidak paham dengan mata kuliah Metode Penelitian di departemennya, merasa tawaran ini bisa menjadi solusi kesulitannya.
“Saya mulai September 2018 bersama beberapa teman, kemudian yang tertarik dan bertahan hanya saya seorang,” tuturnya.
Saat itu, mahasiswa angkatan 2016 ini mengungkapkan tidak memiliki pengalaman dalam penulisan artikel ilmiah. Meskipun ia mengakui sudah sejak lama tertarik dengan hal-hal berbau keilmiahan. Bobby kemudian menjadi pengajar dalam komunitas Young Scientist di Departemen Manajemen Bisnis besutan sang dosen di tahun 2019.
Komunitas tersebut bertujuan untuk membimbing mahasiswa lainnya dalam melakukan penelitian. “Harapan Pak Satria, skripsi mahasiswa ITS nantinya bisa menjadi publikasi jurnal dan komunitas ini pun dapat menjadi role model di ITS ke depannya,” ungkap pemuda berkacamata ini.
Sampai saat ini, lima jurnal ilmiah milik Bobby telah disitasi sebanyak 17 kali. Bobby mengaku sangat senang ketika mengetahui jurnalnya dahulu disitasi untuk kali pertama pada disertasi seorang doktor di salah satu universitas di Amerika Serikat.
Selain jurnal ilmiah, remaja asal Surabaya ini juga aktif dalam kompetisi bisnis dan organisasi mahasiswa. Ide social entrepreneurship-nya untuk mengedukasi anak-anak SMA dalam memilih perguruan tinggi berhasil mendapatkan dua pendanaan dalam ajang Kompetisi Bisnis Mahasiswa Indonesia (KBMI) dan ITS Youth Technopreneurship (IYT) di tahun 2019.
“Sisi sosialnya, kami membantu mahasiswa (penerima beasiswa) bidikmisi dari masalah finansial dengan jadi konsultan via online,” terangnya.
Dalam organisasi mahasiswa tingkat departemen, Bobby juga dipercaya menjabat sebagai Wakil Ketua Business Management Student Association (BMSA) tahun 2019. Penelitian, kompetisi bisnis, serta organisasi dijelaskan Bobby, ia lakukan dalam waktu yang bersamaan. Menurutnya, kesehatan mental jadi kunci produktivitasnya.
“Harus senang terus, karena kalau senang pekerjaan selesai,” tandasnya memotivasi.
Meski demikian, hidup Bobby bukannya tanpa kesulitan. Bobby berkisah kedua orangtuanya bukan berasal dari kalangan terpelajar. Hal ini tentunya menarik, terutama saat Bobby bercerita tentang kedua orangtuanya yang tidak terlalu paham apa yang ia kerjakan.
“Ketika jurnal saya terbit, mereka bingung dengan yang saya tulis meski berulang kali saya jelaskan,” kenang Bobby sambil tersenyum.
Berkisah tentang kedua orangtuanya, Bobby mengaku saat ini sang ayah hanya berprofesi sebagai tukang pijat dan sang ibu membantu dengan berjualan nasi bungkus. Menurut Bobby, sejak kecil ia diajarkan tentang bagaimana uang bukan segalanya. Sehingga ia mengaku tidak minder dengan kondisi keluarganya.
Bobby sempat merasa miris kalau mengingat masa kecilnya. Ia ingat bagaimana dahulu menghabiskan sebuah malam tahun baru hanya ditemani 10 komik yang ia sewa, sedang kedua orang tuanya harus bekerja. Ramainya suara kembang api di luar rumah justru menambah kekosongan pada dirinya.
“Tapi dulu tidak terasa, baru sekarang kalau diingat merasa kasihan sendiri,” tutur bungsu dari dua bersaudara ini mengenang.
Dalam menemukan kecintaannya pada dunia keilmiahan, Bobby mengaku tidak mendapat tuntutan sedikit pun dari kedua orangtuanya. Kondisi yang bebas tersebut justru menuntun dirinya menemukan media online bernama 9gag di internet.
Ia menemukan banyak hal ilmiah dalam media berbagi meme tersebut. Di usia SMP itu, Bobby sadar akan kesukaannya pada belajar.
“Akhirnya saya merasa suka belajar bukan karena tekanan dari siapapun,” akunya.
Bahkan, Bobby mengungkapkan kecintaannya pada belajar dan keilmiahan justru mampu membantu meringankan beban orangtuanya.
“Saat keadaan sulit, kebetulan dana insentif penelitian saya cair, sehingga bisa membantu orangtua,” katanya dengan tersenyum bangga.
Kepada para sesama mahasiswa, Bobby berpesan untuk selalu menjaga kesehatan mental. Hal ini menurutnya sering dilupakan oleh kebanyakan orang. Menurutnya, selain bekerja, hiburan juga perlu direncanakan.
“Cari dan rencanakan hiburan yang kalian suka, contohnya dengan main game atau menonton acara TV,” tutupnya mengingatkan. (*)