Siedoo.com - Ilustrasi UN. l sumber : fin.co.id
Daerah

Ketika Pengamat, Jusuf Kalla, Sophia Latjuba Berbicara Tentang Penghapusan UN

JAKARTA – Penghapusan UN marak diperbincangkan. Tanggapan juga datang dari Direktur Eksekutif Emrus Corner Emrus Sihombing. Menurutnya, penghapusan, penggantian, maupun tetap mempertahankan UN bukanlah solusi mengatasi persoalan di sektor pendidikan Indonesia. Dia menilai langkah ini hanya seperti berbicara pada level hilir persoalan pendidikan.

Padahal, ungkap Emrus, persoalan hulu pendidikan tidak pernah dibicarakan dan diselesaikan. “Artinya, apakah memang sudah waktunya menghapus UN dengan kondisi pendidikan Indonesia sekarang?” ujarnya dilansir dari jpnn.com.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengganti Ujian Nasional (UN) dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang rencananya diterapkan pada 2021.

Emrus menjelaskan masih banyak sektor hulu pendidikan seperti standarisasi mutu pendidikan, ketersediaan guru dari sisi kuantitas dan kualitas, penyediaan fasilitas, gedung, perpustakaan, laboratorium, hingga anggaran yang belum diperbaiki.

Menurutnya, kalau semua itu sudah diperbaiki maka tidak perlu lagi UN. Sebaliknya, kata dia, kalau standarisasi mutu pendidikan, ketersediaan guru dari sisi kuantitas dan kualitas, penyediaan fasilitas, gedung, perpustakaan, laboratorium, hingga anggaran belum dibenahi, maka penghapusan UN akan menjadi persoalan baru.

Karena itu, Emrus menyarankan Mendikbud Nadiem memperbaiki sektor hulu seperti standarisasi pendidikan, ketersediaan guru dari sisi kuantitas dan kualitas, penyediaan fasilitas, gedung, perpustakaan, laboratorium, hingga anggaran terlebih dahulu.

Wakil Presiden era Joko Widodo jilid I, Jusuf Kalla atau JK menyatakan, sebelum adanya UN, dulu ada sistem pengujian bernama Ebtanas atau Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional. Pada sistem ini kelulusan siswa dikatakannya menggunakan rumus ‘dongkrak’.

“Sehingga hampir semua peserta didik diluluskan, akibatnya mutu pendidikan terus menurun, padahal Tuhan memberikan kemampuan otak sama dengan orang Amerika atau Jepang, yang beda hanya siapa yang belajar dengan baik dan siapa yang kurang belajar,” kata JK dilansir dari liputan6.com.

JK lalu melontarkan tanya, mengapa anak-anak Indonesia kurang belajar? Jawabannya karena sistem ‘dongkrak’ yang menggampangkan pelajar Indonesia dengan jaminan lulus.

Baca Juga :  UN 2019 Digelar Lebih Awal, Simak Jadwalnya

“Para pejabat seperti bupati, wali kota juga menekan sekolah pada peran guru agar meluluskan murid-muridnya, akhirnya anak-anak merasa tak perlu belajar, toh pasti lulus juga,” kritik JK.

Dia melanjutkan, di tahun 2003, Kementerian Pendidikan akhirnya meluncurkan sistem ujian akhir nasional sebelum disempurnakan menjadi ujian nasional pada 2005 yang diharapkan menjadi basis standar mutu merata di seluruh Indonesia.

JK pun yakin dengan sistem Ujian Nasional bisa menguji kemampuan pengetahuan siswa yang sudah yang seharusnya.

“Kenapa harus ada standar nasional? Karena kalau tidak, kita punya standar berbeda dan itu berbahaya, mutu berbeda maka ada gap dan kesenjangan mutu pendidikan satu daerah ke daerah lain,” beber JK.

Munculnya Ujian Nasional diakui JK tak berjalan mulus. Tercatat pada awal penerapannya, 18 persen pelajar dinyatakan tidak lulus ujian. Namun dari tahun ke tahun seiring evaluasi banyak perubahan diciptakan lewat Ujian Nasional.

“Evaluasi bisa dilihat, dilihat perkembangannya, ini yang perlu menjadi catatan,” JK menandasi.

Artis Sophia Latjuba juga memberikan tanggapan soal penghapusan UN. Ia menilai jika pembuat ujian nasional belum tentu paham bagaimana situasi anak-anak di sekolah.

“Ya saya lupa juga kenapa bisa terlibat ya, Ujian Nasional (UN) adalah penentu kelulusan 100 persen, banyak sekali anak-anak yang saya bilang jadi korban ya, hampir tiap hari ada anak yang datang baik itu SMP maupun SMA. Bahkan ada anak juara International Science Champion yang tidak lulus,” kata Sophia dilansir dari pikiranrakyat.com.

Sophia berpendapat bahwa, pendidikan itu tidak bisa menjadi tolak ukur kelulusan seorang pelajar.

Banyak hal yang perlu diperhatikan untuk menilai bagaimana pendidikan bisa bermanfaan untuk seorang pelajar.

Baca Juga :  Bupati Magelang Lepas 1.266 Calhaj, Tertua 96 Tahun, Termuda 20 Tahun

“Jadi kalau kita ngomong soal ujian nasional bisa berjam-jam, cuman kalau ngomong pendidikan.

“Pendidikan ini kan adalah sebuah proses pembentukan pribadi manusia, dan banyak unsur yang harus kita lihat kayak ada intelektual, sosial, moral, ada fisik, spiritual, dan ini adalah sebuah proses holistik yang integral,” tutur Sophia.

Sementara itu melansir dari cnbcindonesia.com, Mendikbud Nadiem Makarim mengungkapkan program pengganti ujian nasional mulai berlaku di 2021.

“Untuk 2020, UN akan dilaksanakan sesuai seperti tahun sebelumnya. Jadi 2020, bagi banyak orang tua yang sudah investasi buat anaknya belajar mendapat angka terbaik di UN itu silakan lanjut untuk 2020. Tapi itu hari terakhir UN seperti format sekarang diselenggarakan,” kata Nadiem.

“Penyelenggaraan UN tahun 2021, akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter,” jelasnya. (Siedoo)

Apa Tanggapan Anda ?