JAKARTA – Kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim yang menghapus Ujian Nasional (UN) dan menggantinya dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter pada tahun 2021 mendapat dukungan dari Komisi X DPR RI.
Namun, Mendibud diingatkan agar kebijakan pengganti UN itu bukan sekedar tukar nama. Artinya kebijakan tersebut harus benar-benar memberi kemanfaatan disektor pendidikan.
“Kebijakan Menteri yang baru ini, tentu kita sambut untuk lebih baik. Salah satu usahannya itu mau hapus Ujian Nasional tapi jangan asal tukar nama,” tegas Anggota Komisi X DPR RI Djohar Arifin Husin.
Djohar turut menyoroti penyelenggaraan kegiatan belajar di daerah, khususnya daerah terpencil. Menurutnya, hal itu tidak dapat disamakan di setiap daerah, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas dengan beragam kondisi geografi. Sehingga, lebih baik apabila Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tiap daerah diserahkan kepada setiap daerah.
Politisi Partai Gerindra itu berharap agar Mendikbud mengutamakan kepentingan lokal yang disesuaikan dengan kondisi tiap daerah dalam mengimplementasikan suatu kebijakan sektor pendidikan. Harapannya, kebijakan yang diterapkan di setiap daerah akan sesuai dengan standar kemampuan daerah masing-masing.
“Kami mengharapkan ini ada kepentingan local, jadi kebijakan lokal harus diutamakan. Bagaimana daerah itu membuat ujian untuk mengatur standar. Mutu standar itu diserahkan daerah masing-masing, tidak harus sama modelnya, kan bisa berbeda,” jelasnya.
“Jadi kita kan mau tahu kemampuan masyarakat di pendidikan, di suatu tempat itu kan harus ada tolok ukurnya, yang dikatakan secara nasional,” tambahnya.
Sementara itu, Anggota Komisi X Putra Nababan mengatakan, masalah UN jadi keprihatinan DPR. Komisi X sudah meninjau ke beberapa sekolah untuk melihat dari dekat problem UN. “Ujian nasional bukan keprihatinan pemerintah saja tapi keprihatinan kita semua di DPR,” aku Putra.
Menurutnya, UN selalu membuat para murid dan orangtua tegang. Bahkan, di beberapa sekolah kerap diadakan doa bersama untuk melepas ketegangan tersebut. Ini memperlihat betapa dramatiknya UN.
Kini, Mendikbud Nadiem Makarim telah menghilangkan UN dan menggantinya dengan assesment murid. Dalam assesment ini akan terlihat karakter dan kompetensi para murid.
“Apa yang digagas Pak Menteri sebetulnya keinginan kita semua dan bangsa Indonesia. Jangan sampai anak didik itu diukur dari UN saja. UN produk yang sudah berlangsung bertahun-tahun,” ujarnya.
“Bahkan, saya pribadi produk Ebtanas. Lalu nanti mau diganti dengan apa? Mendikbud mengatakan dilakukan assesment untuk melihat karakter anak seperti apa dan juga kompetensianya seperti apa,” tambah Putra. (Siedoo)