JAKARTA – Tak sedikit perombakkan yang dilakukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Setelah menghapus UN, yang tidak akan diterapkan di tahun 2021, menteri termuda tersebut, mulai tahun 2020, juga mengganti Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). Gantinya dengan ujian kelulusan yang diselenggarakan masing-masing sekolah.
Itu artinya, sekolah bisa menyelenggarakan ujian kelulusan sendiri dengan tetap mengikuti kompetensi dasar yang ada pada Kurikulum 2013.
Mendikbud mengatakan, kebijakan tersebut diambil dengan mengedepankan semangat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
“Untuk tahun 2020, USBN akan diganti, dikembalikan ke esensi UU Sisdiknas,” katanya.
Semangat di UU Sisdiknas, tambahnya, sudah jelas bahwa murid dievaluasi guru, dan kelulusan ditentukan suatu penilaian yang dilakukan sekolah. “Itu semangatnya UU Sisdiknas,” ujarnya kembali.
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tercantum BAV XVI tentang Evaluasi, Akreditasi, dan Sertifikasi. Pada Pasal 58 tertulis, evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Ini berarti evaluasi atau penilaian hasil belajar siswa dilakukan oleh guru di sekolah terkait.
Menurut Mendikbud, saat ini yang terjadi adalah, dengan adanya USBN semangat kemerdekaan sekolah dalam menentukan penilaian yang tepat untuk siswa menjadi tidak optimal, karena anak-anak harus mengerjakan soal yang berstandar. Sementara soal-soal tersebut kebanyakan berbentuk pilihan ganda yang formatnya hampir sama dengan ujian nasional (UN).
“Kurikulum 2013 sebenarnya semangatnya adalah kurikulum berdasarkan kompetensi. Nah, kompetensi dasar yang ada di Kurikulum 2013 sebenarnya sangat sulit jika hanya dites dengan pilihan ganda, karena tidak cukup untuk mengetahui berbagai kompetensi,” tutur Mendikbud.
Namun ia menegaskan, bagi sekolah yang belum siap mengubah tes kelulusannya, diperbolehkan tetap menyelenggarakan tes kelulusan seperti USBN pada tahun lalu.
“Ini harus saya tekankan. Jadi tidak memaksakan sekolah untuk berubah. Kalau sekolah belum siap melakukan perubahan dan masih mau menggunakan format USBN tahun lalu, dipersilakan. Tetapi bagi sekolah yang ingin melakukan perubahan dengan melakukan penilaian lebih holistik, diperbolehkan,” katanya.
Mendikbud menuturkan, pilihan ini menciptakan kesempatan bagi sekolah untuk melakukan penilaian di luar hal yang selama ini hanya berupa soal pilihan ganda. Dengan begitu, sekolah bisa melakukan penilaian terhadap siswa melalui bentuk lain seperti esai, portofolio, dan penugasan lain seperti tugas kelompok, karya tulis, dan lain-lain.
“Kita ingin memberikan kemerdekaan bagi guru penggerak di seluruh Indonesia untuk menciptakan konsep-konsep penilaian yang lebih holistik yang benar-benar menguji kompetensi dasar kurikulum kita, bukan hanya pengetahuan atau hafalan saja,” ujar Mendikbud.
Ia menambahkan, bagi pemerintah daerah yang sudah mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan USBN di tahun 2020, anggaran tersebut bisa digunakan untuk meningkatkan kapasitas guru dan kualitas pembelajaran.
“Tapi untuk tahun 2020, bagi sekolah-sekolah yang ingin menciptakan asesmen yang lebih holistik, ini adalah kesempatan. Bagi guru-guru penggerak dan kepala sekolah penggerak, mohon jangan sia-siakan kesempatan ini. Namun ini juga bukan pemaksaaan bagi guru dan kepala sekolah yang belum siap. Ini adalah kebijakan USBN kita,” kata Mendikbud. (Siedoo)