JAKARTA – Bahasa Indonesia akan semakin populer di kancah internasional. Sebab, presiden, wakil presiden dan pejabat negara Indonesia menggunakan Bahasa Indonesia saat berpidato, baik di dalam maupun di luar negeri. Hal tersebut menyusul diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia oleh Presiden Joko Widodo.
Penerbitan Perpres tersebut mendapat sambutang hangat dari anggota DPR RI Puteri Anneta Komarudin. Menurutnya, hal tersebut merupakan langkah dalam melestarikan serta mengenalkan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional di Negara Republik Indonesia.
“Saya sangat mendukung Perpres ini. Hal ini untuk melestarikan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa kita,” tuturnya dilansir dari dpr.go.id.
Menurutnya, generasi penerus harus juga turut serta dalam melestarikan penggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Menurutnya, generasi muda dan seluruh lapisan masyarakat jangan malu menggunakan bahasa sendiri.
“Negara maju seperti Jepang dan China saja bangga menggunakan bahasanya sendiri, walaupun mereka memiliki kapabilitas menggunakan Bahasa Inggris, sebagai bahasa universal,” tandas legislator dapil Jawa Barat VII itu.
Untuk itu, Putri berharap dengan hadirnya Perpres ini, masyarakat mendalami lagi Bahasa Indonesia, khususnya diksi-diksi baru yang selama ini sudah mulai terlupakan untuk digunakan dalam kegiatan sehari-hari.
“Jadi, kita mulai dari diri sendiri. Kalau bukan kita yang mencintai bahasa kita, siapa lagi. Nantinya generasi-generasi selanjutnya bisa meneruskan dan memahami pentingnya bahasa Indonesia di dalam kehidupan kita,” tutupnya.
Melansir dari jawapos.com, Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kemendikbud , Dadang Sunendar menjelaskan, adanya aturan keharusan berbahasa Indonesia diapresiasi masyarakat. Mereka tidak keberatan jika nama gedung, kompleks perumahan, petunjuk jalan, dan lainnya menggunakan Bahasa Indonesia.
“Penggunaan Bahasa Indonesia cukup mengkhawatirkan terutama di kalangan anak muda yang lebih merasa keren kalau ngomong Bahasa Inggris,” katanya.
Dadang menjelaskan, latar belakang dibentuknya perpres itu badalah bahasa Indonesia belum mendapatkan kedudukan terhormat. Banyak orang masih lebih nyaman menggunakan bahasa asing.
”Ruang-ruang publik secara visual justru dipenuhi bahasa asing. Jika tidak ditangani dengan baik, akan membenarkan pernyataan bahwa Indonesia hilang di Indonesia,” beber Dadang.
Soal sanksi, Dadang menyatakan bahwa hal itu tidak diatur di perpres. Namun, hal tersebut bisa diterapkan lewat peraturan turunan seperti perda. (Siedoo)