DEPOK – Pendiri Sekolah Cikal, Najelaa Shihab, percaya bahwa perubahan pendidikan di Indonesia tidak akan diiniasi oleh pemerintah. Menurutnya peran pemerintah sangatlah sedikit dalam menciptakan inovasi-inovasi baru di bidang pendidikan. Masyarakat adalah pihak yang harus berpikir lebih keras untuk menciptakan solusi dan inovasi guna menyelesaikan permasalahan di sekitarnya, termasuk permasalahan pendidikan.
“Dunia pendidikan masih kekurangan inovator, pikirkan contoh inovasi yang akan ditunjukkan (kepada murid-murid). Bawa semua yang ada di luar tembok kelas ke dalam kelas dengan cara-cara inovatif,” kata Elaa, panggilan akrabnya dilansir dari ui.ac.id.
Elaa menyampaikan hal itu kepada calon pengajar Gerakan UI Mengajar (GUIM) ke-9 dalam grand opening GUIM ke masyarakat luas sekaligus dimulainya sesi pendaftaran calon guru GUIM.
Yang menjadi pembicara selain Elaa ada lagi Dani Akhyar, Kepala Divisi Pengembangan Masyarakat Smartfren; dan Ahmad Husein Alkaff atau Kak Ucheng, alumni GUIM dan asisten peneliti di Departemen Kimia FMIPA UI. Kegiatan tersebut dilangsungkan di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI belakangan ini.
“Spirit of volunteerism masyarakat Indonesia perlu ditingkatkan, zaman sekarang lebih cenderung materialisme,” ujar Dani dalam mengapresiasi gerakan-gerakan kerelawanan, seperti GUIM.
Partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan secara sukarela merupakan salah satu bentuk gotong royong dalam menyelesaikan permasalahan sosial yang ada di Indonesia.
Lulusan program magister ilmu komunikasi UI itu memperkenalkan slogan ‘Beda Bisa Bersama’ dengan harapan seluruh masyarakat Indonesia yang beraneka ragam pilihan politik, suku, agama, dan budaya dapat bergerak bersama-sama dan gotong royong membantu satu sama lain dalam dunia pendidikan.
Materi ketiga talkshow dibawakan oleh Kak Ucheng yang menceritakan pengalaman inspiratifnya selama menjadi pengajar murid kelas 6 di salah satu desa di utara Indramayu.
Kak Ucheng menegaskan, anak-anak harus diajarkan tiga kata ajaib yang harus selalu diterapkan dalam kehidupan, yaitu ‘terima kasih’, ‘tolong’, dan ‘maaf’.
Setelah sesi talkshow selesai dilanjutkan dengan penampilan dari anak-anak Sekolah Master Depok berupa permainan alat musik yang dibuat dari bahan-bahan yang ada di sekitar.
Dengan dilaksanakannya kegiatan ini, diharapkan seluruh pihak dapat bersatu saling bahu membahu dalam melakukan aksi nyata mewujudkan kepeduliannya terhadap pendidikan di Indonesia, khususnya daerah terpelosok. (Siedoo)