JAKARTA – Proses verifikasi dan validasi dokumen pengajuan Pendidikan Profesi Guru (PPG) bagi Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) telah selesai. Total ada 33.600 dokumen. Dari jumlah itu 31.645 dokumen dinyatakan lolos dan valid.
“Seluruh GPAI yang dinyatakan lolos, akan mengikuti tahap selanjutnya, yaitu seleksi akademik GPAI atau pretest,” tegas Dirjen Pendidikan Islam Kemenag, Kamaruddin Amin.
Pretest akan dilaksanakan serentak pada rentang 4 – 8 November 2019 di tiga zona. Durasi pelaksanaan seleksi di setiap zona tergantung dari jumlah peserta dan ketersediaan tempat ujian kompetensi. Setelah mengikuti pretest, selanjutnya para peserta akan mengikuti proses sertifikasi melalui PPG secara bertahap.
Kamaruddin Amin mengatakan, anggaran Kemenag untuk menyelenggarakan PPG masih sangat terbatas. Selama ini, anggaran yang teralokasikan hanya cukup untuk membiaayai sekitar 2.000 GPAI.
Sejalan dengan itu, Kamaruddin mengaku bahwa pihaknya tengah mempersiapkan regulasi yang mengatur agar guru dapat membiayai sendiri pelaksanaan sertifikasinya.
“Pada 2020, kita berharap peserta yang akan disertifikasi mencapai 8000 hingga 10.000,” kata Kamarunddin Amin.
Hal senada disampaikan Direktur Pendidikan Agama Islam Rohmat Mulyana. Dinyatakan, kemampuan pemerintah dalam mensertifikasi guru per tahun hanya pada kisaran duaribuan.
“Itu berarti, butuh waktu sekitar lima belas tahun untuk menyelesaikan sertifikasi guru PAI yang mencapai 30 ribu,” jelasnya.
“Direktorat berkomitmen menindaklanjuti kebutuhan regulasi dalam mensupport kesuksesan pelaksanaan sertifikasi dan perangkat-perangkatnya,” sambungnya.
Kasubdit PAI pada PTU yang juga selaku leading sector sertifikasi guru melalui jalur PPG Nurul Huda mengatakan, verifikasi dan validasi dokumen PPG GPAI ini telah dilakukan sejak dua bulan lalu. Ketentuannya, guru yang boleh mengusulkan adalah guru yang diangkat (baca: ditetapkan) hingga tahun 2015.
Nurul menambahkan, ada hal baru dalam pelaksanaan seleksi akademik November mendatang. Pertama, proses seleksi akademik akan menggunakan sistem Computer Based Test (CBT) yang telah dibuat Direktorat PAI.
Kedua, tempat pelaksanaan tes atau tempat uji kompetensi (TUK) akan lebih banyak menggunakan laboratorium komputer madrasah dan PTKI.
Ketiga, dilaksanakan secara nasional dan melibatkan semua elemen Kementerian Agama, pusat hingga daerah.
“Tahun ini kita akan menggunakan laboratorium yang dimiliki madrasah atau PTKIN. Khusus daerah yang tidak ada madrasah yang memiliki laboratorium atau jauh dari PTKI, dapat menggunakan laboratorium sekolah,” ujarnya. (Siedoo)