Siedoo, Tentu kita sepakat bila pendidikan yang baik tidak dapat meninggalkan kepribadian bangsa. Demikian halnya bangsa Indonesia yang telah menentukan Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka, Pancasila itulah kepribadian bangsa Indonesia. Dengan demikian pendidikan di Indonesia harus berlandaskan Pancasila.
Budaya dan karakter bangsa akan sulit tertanam secara luas dan efektif kepada generasi penerus bangsa ini, bila tidak disertai dengan pendidikan tentang budaya dan karakter bangsa. Bagi bangsa Indonesia hal ini menjadi sangat penting karena telah mengalami penjajahan yang cukup lama.
Penjajahan politik, ekonomi, dan budaya
Penjajahan tersebut tidak hanya secara politik dan ekonomi, namun juga menyangkut penanaman budaya Barat terhadap kepribadian masyarakat Indonesia. Memang budaya bukan hal yang kasat mata, namun penjajahan budaya lebih telak dibanding politik dan ekonomi.
Sejak proklamasi 17 Agustus 1945 secara intensif dibersihkanlah sisa-sisa penjajahan terkait politik dan ekonomi. Hal itu baru tuntas setelah diambilalihnya perusahaan Belanda ketika Irian Barat masuk Indonesia di akhir 1963.
Kemudian bagaimanakah dengan penjajahan budaya yang dilakukan Belanda? Apakah sudah tuntas pula? Sebuah pertanyaan yang mungkin hingga kini belum ada kepastian jawabannya. Karena ketika Indonesia sudah merdeka hingga saat ini masyarakat Indonesia bahkan generasi masa kini, masih mudah terjajah budaya Barat.
Penjajahan budaya dengan penetrasi damai
Saat terjadi penjajahan budaya oleh Belanda, mereka melakukannya secara penetrasi damai (penetration pasifique), dan hal itu terbukti jauh lebih efektif. Di mana sejak abad ke-19 Belanda membuka pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia. Mula-mula tingkat sekolah dasar, kemudian berlanjut ke jenjang atasnya, hingga ke pendidikan tinggi.
Belanda juga memberi kesempatan orang-orang tertentu mengenyam pendidikan tinggi di Negeri Belanda. Maka terbukti melalui pendidikan, penjajahan budaya jauh lebih kuat dan luas dampaknya. Karena saat itu banyak warga Indonesia yang berpikir secara Barat.
Tak dapat dipungkiri waktu itu, banyak beranggapan bahwa dengan pola pikir ala Barat, orang Indonesia lebih mampu mendalami ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun di sisi lain hal itu membuat mereka kurang sadar terhadap cara berpikirnya sendiri.
Bahkan para cendikia dan pejuang Indonesia waktu itu melawan penjajah dengan pola pikir Barat. Waktu itu berkembang cara pandang yang mengatakan bangsa-bangsa Barat umumnya maju dan sejahtera karena berpikirnya. Jadi bila Indonesia ingin merdeka, maju, dan sejahtera juga harus berpikir secara Barat.
Ajaran Pancasila jauh lebih baik
Secara nalar, pandangan di atas memang masuk akal. Namun sikap yang demikian sangat tidak pas bagi bangsa Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan apa yang disampaikan Ir. Soekarno pada sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945. Beliau mengajukan pandangannya tentang falsafah dasar yang perlu dimiliki Negara Indonesia merdeka. Rumusan yang disampaikan beliau namakan Pancasila.
Dengan peristiwa itu muncullah alternatif dalam cara pandang, cara berpikir yang lebih tepat untuk membangun sebuah negara. Serta membuka jalan untuk hidup sesuai kepribadian bangsa Indonesia sendiri.
Saat itu, Ir. Soekarno mengatakan bahwa Pancasila bukanlah karangan beliau. Namun beliau gali dari bumi Indonesia dan kehidupan bangsa Indonesia. Sehingga jelas, ajaran Pancasila jauh berbeda dengan ajaran, cara pandang, dan cara berpikir bangsa Barat.
Dari uraian di atas, jelas bahwa pendidikan tidak lepas dari budaya dan kepribadian bangsa. Pendidikan Indonesia memang harus sesuai dengan budaya dan kepribadaian bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila, bukan yang lain. (*)
*Redaksi Siedoo