TEMANGGUNG – Di era post truth seperti saat ini, guru atau kiai yang menjadi sanad harus diutamakan daripada belajar atau ngaji di internet. Belajar dengan ulama, kiai, jelas ada sanad keilmuwannya. Namun demikian, jika belajar ngaji di internet, tidak jelas sanadnya.
“Maka kiai dan ulama tetap rujukan utama dalam mendapatkan ilmu agama. Jika ingin pandai ilmu agama ya mondok di pesantren, belajar ilmu fikih, nahwu, sorof, balaghoh dan lainnya. Bukan otodidak belajar di internet,” ujar Pengurus Bidang Diklat dan Litbang LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah, Hamidulloh Ibda.
Ia menyampaikan itu saat Workshop Literasi dan Jurnalistik, di Aula Kecamatan Gemawang, Temanggung, Jawa Tengah. Kegiatan tersebut mengusung tema “Menumbuhkan Generasi Qurani dan Mengembangkan Potensi Kader Muda NU dengan Progresif, Kreatif, serta Meningkatkan Daya Berpikir Kritis Menuju Pemudi yang Bersinergi untuk Negeri”. Kegiatan ini diselenggarakan oleh PAC Fatayat NU Gemawang, Temanggung.
Menurut Ibda, kalau sekadar untuk mencari berita, atau data di internet, sah-sah saja tidak ada yang melarang. Tapi kalau sudah menjadikan internet sebagai rujukan utama, itu seperti makan mie instan.
“Jika belum makan nasi, ya nanti perut akan sakit karena internet itu sekunder, bukan primer,” jelas penulis buku Media Literasi Sekolah tersebut.
Alumnus Ponpes Mambaul Huda, Pati tersebut mengatakan bahwa, literasi merupakan usaha untuk melek aksara melalui kegiatan membaca, menulis, dan menganalisis. Selama ini, literasi masih sebatas kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, dan itu dinilai ini merupakan literasi lama.
“Padahal di era Revolusi Indhstri 4.0 dan Society 5.0, masyarakat harus menguasai literasi baru, yaitu literasi data, teknologi, dan literasi manusia,” kata penulis buku Konsep dan Aplikasi Literasi Baru tersebut.
Dalam kesempatan itu, Ibda juga memaparkan pentingnya keterlibatan Fatayat dalam mencerdaskan anak-anak agar tidak terkena hoaks, pornografi dan radikalisme yang disebar melalui media siber saat ini. Keterlibatan Fatayat sebagai ibu, atau calon ibu dalam mengawal anak-anak sangat penting.
Maka selain lewat pembelajaran, tradisi literasi harus dihidupkan lewat pembiasaan dan keteladanan. Mengonsumsi informasi atau berita lewat gawai itu penting.
“Namun anak-anak harus diarahkan, didampingi, karena pengetahuan atau informasi cepat saji di media lebih banyak mengandung virus,” urai Pimred Majalah Ma’arif Jateng tersebut.
Adapun tujuan lain acara itu juga untuk meningkatkan pemahaman tentang jurnalistik dan literasi media. Maka, Pengurus Anak Cabang Fatayat Nahdlatul Ulama Kecamatan Gemawang, Temanggung, didorong menguasai literasi baru untuk menjawab tantangan era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0.
Usai pemaparan materi, 126 peserta diajak praktik menulis berita dan langsung dikirim ke media massa. Rencana tindak lanjut kegiatan itu, semua pengurus Fatayat di tingkat ranting dan PAC diwajibkan menulis kegiatan dalam bentuk berita. Peserta kegiatan ini selain dari Fatayat, juga dari IPNU-IPPNU se Kecamatan Gemawang, Temanggung. (Siedoo)