JAKARTA – Meski ada berbagai kendala dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui sistem zonasi, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) tetap masih mendukung pelaksanaan tersebut di tahun mendatang. Catatannya harus ada perbaikan-perbaikan.
“Kami dari Ombudsman, sebagai pengawas eksternal, pada dasarnya mendukung penerapan zonasi. Karena kita lihat di sini akan ada banyak perbaikan-perbaikan yang terjadi,” kata Ketua Ombudsman Republik Indonesia, Amzulian Rifai, usai penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) di kantor ORI, Jakarta, Jumat (26/7/2019).
Menyadari bahwa urusan pendidikan merupakan urusan pemerintahan konkruen antara pusat dan daerah, maka ORI mendorong adanya sinergi antarkementerian dan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Tentunya, dalam menerapkan sistem zonasi pendidikan yang berujung pada pemerataan pendidikan.
“Program ini tidak hanya menjadi tanggung jawab Kemendikbud, tetapi juga menjadi tanggung jawab menteri-menteri terkait dan juga pejabat daerah,” katanya.
Maka, ORI menyarankan agar pemerintah segera menentukan target pemerataan pendidikan. Pemerintah harus punya target waktu terkait pemerataan fasilitas dan mutu pendidikan sesuai dengan zonasi.
“Kalau dulu kan ada inpres untuk sekolah dasar. Saya dengar ini nanti akan ada perpres,” ujar Anggota ORI, Ahmad Su’adi.
Menerima 10 butir saran ORI, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyampaikan terima kasih dan meminta dukungan untuk rangkaian kebijakan berikutnya yang masih berbasis sistem zonasi pendidikan.
“Semua masukan tentu saja secara khusus akan kita perhatikan betul. Dan yang penting kita harus berusaha secepat mungkin, dengan sistem zonasi ini segera menjadi solusi bagi masalah pendidikan kita,” katanya.
Dinyatakan, zonasi bukan hanya PPDB saja. Ke depan pihaknya juga akan perbaiki penanganan guru berbasis zonasi. Mulai dari alokasi dan distribusinya.
“Termasuk pengangkatan guru baru, tunjangan guru, kemudian pelatihan guru, semuanya juga akan berbasis zonasi,” imbuhnya.
Untuk mendorong sinergi antara kementerian dan lembaga serta antara pusat dan daerah, pemerintah akan segera menetapkan peraturan presiden (perpres) yang mengatur sistem zonasi pendidikan. Mendikbud mengungkapkan dalam waktu dekat perpres akan terbit untuk menjadi panduan bagi semua pemangku kepentingan pendidikan.
“Perpresnya nanti berupa perpres zonasi pendidikan. Nanti semua yang berkaitan dengan pendidikan akan ditangani berbasis zonasi. Tidak hanya PPDB saja,” ujar Mendikbud.
Menanggapi laporan media terkait masih adanya siswa yang belum mendapatkan sekolah, Mendikbud menegaskan bahwa sesuai peraturan yang berlaku, setiap anak usia sekolah wajib bersekolah.
Dan merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah melalui dinas pendidikan setempat sesuai kewenangannya untuk memastikan setiap anak bisa bersekolah.
“Kita terus koordinasi dengan dinas-dinas. Yang sudah kita klarifikasi ke daerah semuanya sudah tertampung. Tapi akan terus kita pantau. Intinya semua anak usia sekolah harus bisa bersekolah. Dan kami apresiasi afirmasi-afirmasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah,” terang Menteri Muhadjir.
Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) diharapkan untuk dapat lebih aktif mendorong setiap kepala daerah menjalankan aturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat.
ORI juga meminta agar Kemendagri dapat memastikan implementasi alokasi anggaran mininal 20 persen untuk pendidikan di daerah lebih diarahkan untuk pemerataan fasilitas dan mutu pendidikan.
Selain itu, ORI juga mendorong Kemendagri untuk menegakkan aturan dengan menginstruksikan kepada setiap kepala daerah agar tidak menolerir terjadinya praktik PPDB yang tidak sesuai dengan peraturan.
Yusharto, Staf Ahli bidang Aparatur dan Pelayanan Publik Kemendagri, menyatakan urusan pendidikan sebagai urusan pemerintahan wajib yang memiliki pelayanan dasar.
Kemendagri melaksanakan fungsi pembinaan dan pengawasan urusan pemerintahan umum setelah berdiskusi dengan Kemendikbud selaku pengawas dan pembina teknis.
“Kita akan coba mendetilkan sanksi atau apapun bentuknya terhadap kepala daerah yang melanggar berdasarkan kadar berikut jenis pelanggaran terhadap SKP (standar, kriteria, prosedur) yang ditetapkan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” tuturnya. (Siedoo)