Siedoo, Di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah ada tradisi unik untuk mengajarkan bagaimana menghormati para ulama penyebar agama Islam di daerah ini. Tradisi itu digelar hanya setahun sekali di bulan Syawal, sehingga disebut tradisi Syawalan.
Paling tidak ada empat wilayah yang setiap tahun menggelar Syawalan di Kabupaten Magelang, yaitu Kacamatan Tempuran, Salaman, Muntilan, dan Secang. Syawalan ini semacam haul akbar untuk menghormati ulama besar setempat.
“Tradisi ini bermula dari Dusun Punduh, Desa Sidoagung, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang. Haul mula-mula merupakan acara milik keluarga Simbah Kiai Maksum, pengasuh Pondok Pesantren Punduh yang berdiri pada tahun 1930. Pada tahun 1941 Kiai Maksum wafat tepat pada tanggal 1 Syawal,” kata Suparno, Kepala Desa Sidoagung kepada Siedoo.com, Rabu (12/6/2019)
Kiai Maksum adalah tokoh penyebar agama Islam di daerah Magelang, sehingga masyarakat Magelang mengenang jasanya dengan mengamalkan ajaran-ajaran Islam, sesuai Alquran dan hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam yang didakwahkan oleh Kiai Maksum.
“Menurut ayah saya, saat Simbah Kiai Maksum meninggal, banyak pelayat datang dari berbagai daerah. Itu membuktikan betapa Simbah Kiai Maksum dikenal tidak hanya di daerah Magelang saja. Umat Islam di Magelang benar-benar kehilangan sosok kiai yang sangat merakyat,” cerita Abdul Muntolib (76) salah satu sesepuh Dusun Punduh.
Abdul Muntolib menceritakan setiap tahunnya, pada tanggal 1 Syawal keluarga Kiai Maksum mengadakan haul dengan membaca tahlil di makamnya di Dusun Punduh. Mengingat kerepotan pada tanggal tersebut, maka keluarga bersepakat bila acara haul dimundurkan menjadi tanggal 9 Syawal setiap tahunnya. Saat itu yang menjadi sesepuh keluarga adalah Raden Ahmad, putra kedua Kiai Maksum.
Seiring berjalannya waktu, haul dari keluarga Kiai Maksum itu diikuti oleh warga satu dusun. Sehingga acara itu menjadi agenda tahunan masyarakat Dusun Punduh. Ternyata semakin lama, masyarakat di luar dusun bahkan para alim ulama dari berbagai daerah ikut tabarukan pada acara haul tersebut.
Haul di Dusun Punduh mulai dikenal secara gethok tular (dari mulut ke mulut) dan setiap tahun semakin banyak peziarah yang datang pada tanggal 9 Syawal ke makam Kiai Maksum. Tahun berganti, makin padat peziarah silih berganti mendoakan arwah Kiai Maksum pada lebaran hari kesembilan. Maka masyarakat setempat mengalah melaksanakan haul pada malam tanggal 8 Syawal malam.
Acara haul tanggal 8 Syawal itu pun diketahui oleh masyarakat luas, sehingga sampai sekarang acara dilaksanakan tanggal 8 Syawal malam hingga tanggal 9 Syawal. Sedangkan masyarakat Punduh mengadakan acara tahlil di makam Kiai Maksum itu usai salat Ied, pada tanggal 1 Syawal.
Semasa hidupnya Simbah Kiai Dalhar Watucongol Muntilan turut serta menghadiri haul Kiai Maksum. Maka ketika Kiai Dalhar wafat, di Watucongol juga diadakan acara Syawalan.
Selain Watucongol Muntilan, di tahun-tahun berikutnya beberapa wilayah muncul juga acara serupa dan dinilai oleh masyarakat sebagai Syawalan besar. Seperti di Ngadiwongso Salaman dan di Payaman Secang.
Tradisi ini memberi dampak ekonomi kepada masyarakat sekitar dengan adanya pasar tiban. Bahkan untuk menghormati tradisi tersebut, hampir seluruh pabrik di Tempuran memberi waktu libur Lebaran kepada para karyawan hingga acara Syawalan Punduhkidul selesai.
Saat ini para peziarah yang datang tak hanya dari daerah Magelang, namun juga dari daerah lain seperti Temanggung, Wonosobo, Purworejo, dan Sleman, Daerah Istimewa Yogakarta. (*)