CIKARANG – Pemerintah mendorong kalangan industry untuk mendirikan pendidikan vokasi. Semakin banyaknya pendidikan vokasi, maka SDM handal yang diciptakan juga lebih maksimal.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mendorong pelaku industri untuk mendirikan pendidikan vokasi. Ia menjelaskan bahwa kunci keberhasilan pendidikan vokasi di suatu negara tidak terlepas dari keterlibatan industri yang turut andil dalam penyelenggaraan pendidikan vokasi.
Untuk memenuhi kebutuhan industri akan SDM yang kompeten, lulusan politeknik harus memiliki sertifikat kompetensi, sehingga kemampuan lulusan politeknik terjamin. Nasir mangatakan, saat ini paling tidak ada sekitar 500 perusahaan besar yang memiliki potensi mendirikan pendidikan vokasi.
“Jika masing-masing perusahaan mendirikan pendidikan vokasi, masalah tenaga kerja terampil dan sesuai dengan kebutuhan industri akan terpenuhi,” kata Nasir di Kawasan Industri Cikarang, Jumat (10/5/2019) dilansir pikiran-rakyat.com.
Kemenristekdikti telah mewajibkan pendidikan vokasi menerapkan sistem kurikulum berbasis kompetensi serta tersambung dan sesuai (link and match) dengan industri. Upaya ini guna menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terampil dan profesional, sesuai kebutuhan industri.
“Fokus Kemenristekdikti adalah melakukan revitalisasi politeknik atau pendidikan vokasi, mulai dari kurikulum, penguatan kapasitas dan kapabilitas dosen. Hingga kompetensi mahasiswa sebagai bentuk peningkatan kualitas pendidikan vokasi ke depannya,” jelas Nasir dikutip news.okezone.com.
Pendekatan Pendidikan Vokasi
Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Kemenko PMK Agus Sartono mengungkapkan, sejak tiga tahun terakhir pemerintah fokus pada upaya revitalisasi pendidikan vokasi. Di mana itu mencakup SMK dan Politeknik.
“Persoalan mendasar yang dihadapi, pertama SMK menghadapi kekurangan 100 ribu guru produktif. Kedua, perlunya alignment kurikulum dengan kebutuhan industri. Ketiga, akses magang bagi siswa SMK dan Poltek agar setelah lulus benar-benar memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan industri,” ujarnya ditulis wartabatavia.com.
Menurut Agus ada beberapa pendekatan yang dapat ditempuh dalam mengatasi tenaga pengajar pendidikan vokasi. Salah satunya dengan mengadakan training of trainer.
“Hal itu sebagai alternatif daripada mengirim guru keluar untuk pelatihan, maka akan lebih efisien mendatangkan trainer guna melatih guru-guru di Indonesia,” ucapnya.
Pendekatan semacam itu biasa dilakukan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) melalui sistem exchange program. LPTK selain melakukan pendidikan profesi guru juga melakukan berbagai pelatihan guna meningkatkan kompetensi guru termasuk guru produktif.
“Jika cara ini masih belum mampu memenuhi kebutuhan guru produktif, maka bisa saja nanti mengambil dari lulusan poltek. Artinya selama belajar/kuliah di poltek mahasiswa pasti sudah mengikuti magang di industri, tinggal mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) satu tahun,” terang Agus. (Siedoo)