Siedoo, Keprihatinan pada para petani tomat memunculkan ide bagi dua mahasiswa Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Kota Cimahi, Jawa Barat. Melihat petani tomat hampir 80 persen hasil panennya selalu membusuk, dua mahasiswa jurusan Sains dan Informatika ini berpikir untuk memanfaatkan tomat-tomat busuk tersebut.
Selain kepada petani tomat, mahasiswa tersebut yakni Muhammad Abidin dan Fitri Isni Apriliyany juga prihatin akan pencemaran akibat dari limbah batu baterai. Karena baterai mengandung zat kadmium yang bisa merusak sistem saraf dan mengakibatkan kelumpuhan dan ini memerlukan penanganan yang serius.
Berbekal keprihatinan tersebut akhirnya keduanya mempunyai ide untuk memanfaatkan limbah tomat dan baterai. Barang itu disulap untuk kembali dijadikan baterai yang diberi nama Bamat (Baterai Tomat).
Dilansir tribunnews.com, Abidin mengungkapkan, dirinya bersama Fitri memulai risetnya untuk membuat baterai yang lebih ramah lingkungan. Awalnya Abidin dan Fitri menggunakan belimbing wuluh, namun hasilnya tidak optimal baik dari faktor daya maupun ekonomis.
”Sebelum tomat, kami juga sempat mencari sayuran yang memiliki keasaman yang sama dengan belimbing wuluh. Kemudian kami melihat tumpukan tomat busuk di pasar,” ungkap Abidin.
Setelah mendapat tomat-tomat busuk itu, mereka lumatkan dengan menggunakan blender. Pasta tomat kemudian ditampung di dalam wadah dan diukur keasamannya. Hingga tingkat keasaman yang ditentukan didapatkan, pasta tomat kemudian dimasukkan ke dalam tabung baterai yang telah dibongkar.
Abidin mengatakan, proses trial dan error pembuatan Bamat memakan waktu sekitar dua bulan. Ia pun telah melakukan uji coba baterai pada mesin dinamo. Mereka membuat konsep Bamat sebagai baterai yang bisa diisi ulang, sehingga tak dibuang sekali pakai dan kembali mencemari lingkungan.
“Bamat masih harus disempurnakan sebelum diproduksi massal. Sekarang masih dalam tahap penyempurnaan, kalau tegangannya standar 1,5 V, Bamat ini masih 1,25 Volt untuk baterai C,” kata Abidin dilansir jabarekspres.com.
Meski terbilang baru, namun Bamat buatan mereka telah mendapatkan penghargaan utama pada Himagro Incredible Festival yang digelar di Universitas Muhammadiyah Malang. Lomba tersebut berjenjang, mulai dari tahapan seleksi abstrak, seleksi full paper, dan tahap grand final hingga diumumkan sebagai pemenang pada akhir April 2019 lalu.
”Alhamdulillah produk kami bersaing dengan produk dari ITB, UGM dan universitas besar lainnya,” ucapnya.
Sementara itu, Anceu Murniati, pembimbing kedua mahasiswa tersebut mengatakan saat ini sudah ada salah satu mitra yang tertarik untuk mengembangkan Bamat. Namun pihaknya masih akan mengembangkan karya tersebut.
”Kami masih mencari komposisi yang stabil dan lainnya. Kami juga akan terus melakukan inovasi,” singkatnya. (*)