SURABAYA – Perjuangan panjang yang dilakukan mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jawa Timur akhirnya berbuah manis. Tim mobil hemat energi ITS berhasil lolos ke ajang Drivers World Championship (DWC) Grand Final 2019 di London, Inggris. Sebelumnya, ITS harus mengeluarkan banyak keringat dan akhirnya merajai ajang Shell Eco-Marathon (SEM) Asia 2019.
Tim Antasena yang merupakan mobil hemat energi berbahan bakar hydrogen ini berhasil melesat di posisi ke-2 saat bertarung di kompetisi DWC Asia 2019 di Sirkuit Internasional Sepang, Malaysia, Kamis (2/5/2019) sore waktu setempat. DWC Asia ini sebagai lanjutan dari kejuaraan SEM Asia 2019.
“Banyak sekali tantangan besar yang harus dihadapi tim saat di Sirkuit Internasional Sepang ini. Itu karena suhu lintasan yang mencapai 35 derajat celcius dapat mengganggu performa mobil Antasena tersebut,” kata General Manager (GM) Tim Antasena ITS, Ghalib Abyan.
Selain itu, jalurnya banyak sekali tanjakan yang cukup tinggi dan panjang sangat membahayakan. Sehingga, hal itu merugikan bagi mobil hemat energi.
Di SEM Asia 2019 Tim Antasena yang merupakan pemain baru setelah cukup lama vakum di ajang ini berhasil meraih juara 2 untuk kategori Urban Concept di kelas bahan bakar hydrogen. Sedang tim mobil hemat ITS lainnya, yakni Tim Sapuangin yang bermain di kelas bahan bakar gasoline menduduki juara 1 dan Tim Nogogeni yang berbahan bakar baterai atau listrik juga meraih juara 2.
Sedangkan posisi ke-1 diduduki Tim Nanyang E Drive dari Nanyang Technological University (NTU), Singapura dan posisi ke-3 diraih Tim LH-EST dari Lac Hong University, Vietnam. Ketiga negara tersebut dinyatakan berhak mewakili Asia di ajang grand final DWC 2019 di London, pada 1 Juli 2019 mendatang.
Pemuda kelahiran Jakarta, 29 Oktober 1998 ini mengungkapkan, awalnya timnya memang sempat pesimis untuk bisa menang melihat karena kondisi jalur yang seperti itu.
“Namun, berkat kerja sama, persiapan, dan semangat dari Tim Antasena, alhamdulillah dapat mencapai target setinggi ini (juara 2 DWC Asia, red),” ujarnya penuh syukur.
Ghalib merasa yakin untuk pertarungan di DWC London nanti, tim Antasena akan mampu tampil dengan performa lebih baik. Hal ini dikarenakan kondisi temperatur di London yang relatif lebih dingin dan juga track yang lebih bersahabat tentunya.
“Dengan kondisi tersebut, kami yakin akan mendapatkan hasil yang lebih baik,” tandasnya optimistis.
Satu Universitas Satu Tim
Sementara itu, untuk Tim Nogogeni ITS dan Tim Sapuangin ITS yang juga mengikuti adu cepat pada DWC Asia 2019 ini masih belum berkesempatan lolos tiga tercepat. Selain itu juga, aturan baru menegaskan bahwa dari satu universitas hanya boleh satu tim yang dapat lolos atau melanjutkan ke grand final DWC tingkat dunia di London.
Prestasi ini terbilang sangat membanggakan dan mengejutkan, mengingat Tim Antasena yang dulu mengawali ITS berpartisipasi di ajang SEM Asia meski di kategori prototype, telah lama vakum mengikuti laga mobil hemat energi ini.
Kembalinya Tim Antasena untuk kali pertama langsung membuat gebrakan dengan menyabet juara 2 untuk kategori Urban Concept bahan bakar hydrogen. Bahkan kali ini, Tim Antasena juga berhasil mendapat penghargaan Most Innovative Hydrogen Fuel Cell Newcomer by Linde.
Kejutan lebih besar ditunjukkan dengan berhasilnya Tim Antasena meraih tiket ke grand final DWC 2019 di London.
Tahun lalu, ITS berhasil diwakili Tim Sapuangin untuk bertarung di grand final DWC di London tersebut dan berhasil menjadi juara dunia. Diharapkan, kali ini Tim Antasena juga mampu mengulang kesuksesan tersebut.
Tim Antasena ITS yang dikemudikan oleh Yoga Mugiyo Pratama yang juga mahasiswa Departemen Teknik Material ini pun menjadi tim satu-satunya yang lolos ke grand final DWC dunia dari Indonesia. Tentunya hal ini juga sangat membanggakan bagi bangsa Indonesia. (Siedoo)