SAMARINDA – Dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2019 di Kota Samarinda, Kalimantan Timur jumlah siswa yang diterima akan dibatasi. Jumlah dalam satu kelas maksimal diisi 32 siswa.
Hal tersebut, kata Kepala Dinas Pendidikan Samarinda Asli Nuryadin, sesuai permintaan dari Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang.
“Agar proses belajar efektif. Kalau siswa di kelas banyak, konsentrasi akan terganggu,” katanya dilansir dari jpnn.com.
Sistem zonasi sekolah dalam PPDB tahun 2019 tetap akan diterapkan. Dasarnya adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 51 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan.
Porsi yang diterapkan dalam zonasi 90 persen. Untuk sisanya, 10 persen disediakan bagi calon siswa yang berada di luar zonasi.
“Disiapkan bagi siswa berprestasi dan siswa pindahan yang mengikuti tempat tinggal orangtua,” jelasnya.
Dalam zonasi juga menyediakan kuota bagi siswa kategori tak mampu. Mereka dapat mengikuti kuota 10 persen tersebut. Namun, harus menyertakan kartu Indonesia pintar (KIP), kartu keluarga sejahtera (KKS) atau kartu program keluarga harapan (PKH).
“Tidak menutup kemungkinan, setiap sekolah juga menyediakan kuota lebih. Terutama bagi siswa yang tidak mampu,” terangnya.
Melansir dari tribunnews.com, Staf Ahli Mendikbud Bidang Regulasi Kemendikbud, Chatarina Girsang menyebutkan, nilai rapor dan ujian nasional dapat digunakan bila tersisa satu kursi di sekolah, sementara yang mendaftar lebih dari satu orang.
Ia mengatakan sekolah dapat memilih siswa dengan nilai UN atau rapor lebih tinggi. “Akan tetapi, sekolah tidak bisa menentukan batas minimal nilai UN dan rapor dalam melakukan seleksi,” katanya.
Lebih lanjut dikatakan Chatarina, sistem zonasi bertujuan mendobrak mental sekolah favorit yang sudah lama terpatri di masyarakat.
Semua sekolah harus memiliki mutu pendidikan yang baik agar semua anak bisa bersekolah di tempat terdekat dan dijamin tidak mengalami diskriminasi dalam dunia pendidikan. “Karena pendidikan sejatinya menambah mutu hidup manusia,” katanya. (Siedoo)