Siedoo, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjadi pembicara sebagai wakil dari Indonesia dalam acara International Educational Forum ke-10 di St. Petersburg, Rusia. Forum skala internasional yang berlangsung akhir Maret itu bertujuan untuk membahas berbagai isu pendidikan dari berbagai penjuru dunia.
Forum ini merupakan yang terbesar dalam sejarah, lebih dari 20 ribu orang dari Rusia dan puluhan negara di dunia ambil bagian di dalamnya. Dalam forum itu, sedikitnya terdapat 500 orang turut ambil bagian pada sesi pleno ini.
Mereka yang hadir di antaranya Ketua Dewan Federasi Majelis Federal Federasi Rusia, Gubernur St. Petersburg, Menteri Pendidikan Rusia, para peneliti, praktisi, akademisi. Juga para pejabat dari Austria, Vietnam, Argentina, Jepang, Cina hingga Finlandia.
Sementara itu, Risma dalam paparannya menceritakan pada tahun pertamanya menjabat sebagai Wali Kota Surabaya. Tantangan yang harus ia hadapi adalah terkait masalah kemiskinan, di mana lebih dari 30 persen masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan.
Tak hanya itu, Surabaya saat itu ada enam distrik lampu merah atau area prostitusi yang beroperasi. Situasi ini membuat meningkatnya jumlah siswa putus sekolah, serta tingkat kenakalan remaja.
“Karena itu, kota ini telah membentuk banyak inisiatif untuk mengatasi kebutuhan belajar kelompok-kelompok yang kurang beruntung ini,” papar Risma dikutip dari kompas.com.
Program Pendidikan Gratis
Inisiatif itu dimulai Risma pada tahun 2011. Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya saat itu membuat program pendidikan gratis dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah dan kejuruan. Tujuannya untuk memungkinkan semua anak mengejar pendidikan yang layak.
Namun, anak-anak yang tinggal di distrik lampu merah menunjukkan minat yang sangat rendah ke sekolah. Untuk mengatasi masalah ini, Risma memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk mendaftarkan sekolah gratis yang terletak di tempat terdekat dengan rumah mereka.
“Tidak hanya bebas biaya sekolah, pemerintah kota juga mendukung mereka dengan seragam gratis, tas, sepatu. Dan peralatan sekolah lainnya yang dibutuhkan,” ujar Risma dilansir republika.co.id.
Di hadapan ratusan peserta dalam forum tersebut, Risma juga menyampaikan perkembangan anak-anak dengan kebutuhan khusus menjadi bagian dari prioritas Pemkot Surabaya.
Bangun 78 Sekolah Inklusi
Banyak dari mereka yang berasal dari keluarga miskin dan beberapa ditinggalkan oleh orang tuanya. Untuk membantu mereka, pihaknya kemudian mengembangkan 78 sekolah inklusi. Ada juga tempat perlindungan sosial untuk melanjutkan kehidupan dan mengembangkan keterampilan mereka.
Risma juga menjelaskan, Kota Surabaya telah menerapkan program pendidikan elektronik. Setiap siswa dapat melakukan ujian online, mendapatkan laporan online, dan memungkinkan orang tua untuk memantau kinerja anak-anak mereka di sekolah setiap hari menggunakan platform online tersebut.
Selain berfokus pada kurikulum sekolah, lanjut Risma, Pemkot Surabaya juga menyelenggarakan kompetisi reguler tentang robotika dan penelitian, serta pekan seni pertunjukan siswa. Hal itu untuk menampilkan bakat mereka dalam tarian tradisional, membaca puisi, bermain musik, drama, dan sebagainya.
“Sebagai hasil dari semua inisiatif ini, kami dapat menikmati Indeks Pembangunan Manusia tertinggi di Indonesia, meningkatnya jumlah prestasi siswa di tingkat nasional dan internasional, dan Surabaya dianugerahi UNESCO Learning City Awards pada tahun 2017,” ucap Risma. (*)