PALEMBANG – Guru yang nantinya berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) tidak hanya menjadi seorang guru semata. Dalam perjalanan karirnya memiliki hak sama seperti yang berstatus PNS, yaitu menjadi kepala sekolah.
“Guru P3K berhak untuk menjadi kepala sekolah kalau memang memiliki kinerja yang baik,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy dalam siaran persnya.
Dinyatakan, posisi P3K diperlukan terutama untuk mengatasi adanya batasan usia bila ingin menjadi PNS, yaitu di bawah 35 tahun. Padahal banyak dari guru-guru honorer ini yang usianya di atas 35 tahun.
“Oleh karena itu, kita salurkan melalui rekrutmen P3K,” terang Mendikbud.
Dijelaskan, pihaknya memiliki perhatian khusus terhadap permasalahan guru honorer. Pada seleksi P3K yang diselenggarakan pada Februari 2019, Kemendikbud mendapatkan kuota P3K dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB) sebanyak 155 ribu orang. Tetapi guru honorer yang mendaftar untuk mengikuti ujian seleksi hanya 90 ribu orang.
“Guru honorer yang diizinkan untuk mengikuti seleksi P3K adalah mereka yang termasuk honorer K-2. Jumlahnya 129.000 orang. Mereka ini kami prioritaskan sehingga kami harapkan pada tahun 2023 masalah guru honorer ini sudah selesai sehingga setelah itu bisa dimulai rekrutmen guru dari jalur umum,” jelas Mendikbud.
Ditandaskan, perbedaan guru P3K dengan guru PNS hanya terletak pada hak pensiun. Untuk penggajian maupun promosi tetap sama.
Sementara itu, Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru mengatakan, masalah guru honorer manjadi masalah pelik di Provinsi Sumatera Selatan. Herman berharap Mendikbud agar segera menyelesaikannya.
“Satu hal yang saya minta kepada bapak menteri, di Sumatera Selatan ini banyak sekali guru honorer baik di tingkat SD, SMP, SMA/SMK. Bahkan ada guru honorer yang sudah berumur 42 tahun. Jadi besar harapan kami agar pemerintah pusat memikirkan nasib mereka,” pinta Herman. (Siedoo)