SURABAYA – Potensi maritim Indonesia sangat besar mencapai USD 1,35 triliun. Delapan kali lebih besar jika dibandingkan dengan APBN Indonesia saat ini. Tetapi 25 persen kemiskinan di Indonesia justru tersebar di kawasan pesisir. Hal ini merupakan suatu tantangan bagi Indonesia.
Demikian ditandaskan, Rektor ITS Prof Ir Joni Hermana MScES PhD dalam Seminar Nasional Kemaritiman di Gedung Research Center ITS, Sabtu (23/2/2019).
Joni mengatakan, keberadaan Revolusi Industri 4.0 juga harus dimanfaatkan untuk mengembangkan Indonesia menjadi rujukan negara lain dalam bidang maritim. Inovasi dan kolaborasi harus dilakukan untuk mengembangkan potensi ini, mulai dari pariwisata berbasis bahari hingga inovasi yang diperlukan untuk mengelola kawasan pesisir.
Joni juga mengingatkan bahwa permasalahan di bidang maritim bukanlah masalah kecil, butuh kerjasama untuk membangunnya.
“Saat ini tidak perlu lagi ada kompetisi, namun perlu dijalin suatu kolaborasi,” tegas Guru Besar Departemen Teknik Lingkungan ini.
Seminar ini dihelat oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai rangkaian menjelang peringatan 100 tahun Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia pada tahun 2020 mendatang. Seminar kali ini mengambil tema Pengembangan Sains dan Teknologi Kemaritiman untuk Pengembangan Berkelanjutan.
Rektor ITB Prof Dr Ir Kadarsah Suryadi DEA, mengatakan maritim merupakan isu penting yang terangkum dalam empat bidang tujuan utama Pembangunan Berkelanjutan. Empat bidang itu adalah food, energy, water dan climate change yang bermuara pada maritime. Laut dapat dimanfaatkan untuk potensi energi dan pariwisata yang dapat memberikan kontribusi terbaik dalam membangun Indonesia.
“Isu ini dapat diatasi dengan inovasi yang dilakukan oleh akademisi dari lintas disiplin, agar kita kuat dan lekas maju,” ujar alumnus Teknik Industri ITB tersebut.
Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I , Kementerian Pariwisata RI, Ir Rizki Handayani Mustafa menyatakan, Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi ekonomi dan bahari yang melimpah, namun sayangnya potensi bahari ini masih kalah dengan negara Asia Tenggara lainnya, Thailand dan Singapura.
Padahal, menurut Rizki yang diundang sebagai pembicara utama seminar, pariwisata berbasis laut merupakan sektor yang menjanjikan dan dapat dilakukan secara berkelanjutan.
“Kementerian Pariwisata akan mengembangkan sepuluh destinasi wisata baru di Indonesia, tujuh di antaranya berbasis maritim,” ungkapnya.
Dikatakan perempuan yang kerap disapa Kiki ini, kerjasama harus dilakukan untuk mempersiapkan pengembangan pariwisata pesisir. Antara lain kerjasama dengan pemerintah lokal untuk menata dan mempersiapkan aksesibilitas menuju tempat wisata, serta kerjasama dengan Kementerian Perhubungan untuk mempersiapkan kebijakan terkait harga tiket pesawat.
“Ini karena mayoritas wisatawan yang berkunjung ke Indonesia masih menggunakan maskapai penerbangan LCC (low-cost carrier),” jelasnya.
Tidak hanya itu, lanjut Kiki, Kementerian Pariwisata juga berperan menginisiasi pembinaan masyarakat di kawasan wisata pesisir, serta menyusun masterplan di daerah tersebut untuk mengembangkan dan menatanya. Investor juga berperan dalam mengembangkan utilitas di kawasan tersebut.
“Sehingga perlu kebijakan agar investor dengan mudah masuk dan berperan dalam industri wisata bahari,” tandasnya.
Tidak hanya dari kalangan akademisi, seminar kali ini turut mendatangkan figur dari kalangan pemerintah. Mereka adalah Kepala SKK Migas Dr Ir Dwi Soetjipto MM yang memaparkan potensi migas Indonesia dan Wakil Gubernur Jawa Timur Dr H Emil Elestianto Dardak MSc yang ditunjuk sebagai pembicara mengenai pemberdayaan ekonomi Jawa Timur di masa mendatang. (Siedoo)