Siedoo.com -
Opini

Pentingnya Peran Ayah dalam Pendidikan Keluarga

Siedoo.com – Pendidikan keluarga merupakan lingkup dasar bagi perkembangan karakter anak. Ayah bagaikan gunung yang tinggi, sedangkan ibu bagaikan lautan yang luas. Di dalam pendidikan keluarga mereka berdua memiliki keunggulan masing-masing. Harus dilaksanakan hingga mencapai Yin dan Yang, saling mengisi mencapai satu keseimbangan. Serta mencegah munculnya fenomena “Yin menguat dan Yang melemah”. Dengan keseimbangan tersebut, pendidikan keluarga dapat menjadi modal untuk pendidikan di sekolah.

Ada sebagian ayah menyerahkan tanggung jawabnya untuk mendidik kepada istrinya. Membiarkan sang istri yang mengurusi anak, sedangkan dia sendiri bersantai tidak mempedulikannya. Sebenarnya tindakan ini kurang baik jika di dalam hati anak merasakan bahwa, ayahnya kurang bertanggung jawab kepada dirinya. Dan bila menemui masalah, tidak mencari pendapat dari ayahnya. Maka, kepercayaan dan kewibawaan dari ayah kian lama akan menjadi kian rendah.

1. Mendidik secara Yin menguat dan Yang melemah

Suatu survei, dimana orang tua yang diundang untuk menghadiri pertemuan. Hal menarik yang ditemukan bahwa yang duduk di bawah panggung hampir semuanya wanita. Hal tersebut membuat peneliti teringat, dalam masalah mendidik anak apakah telah terjadi fenomena “Yin menguat dan Yang melemah” dalam masyarakat.

Ketika peneliti menanyakan kepada sebagian ayah tentang perannya dalam pendidikan keluarga, jawabnya sibuk bekerja, tidak ada waktu mengurusi anak. Ada pula yang menjawab tabiatnya kurang baik, tidak sanggup memarahi anak.

Sebagai seorang ayah, mencampakkan tanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya merupakan suatu kesalahan yang sangat besar. Jika ayah yang berada di rumah juga mencampakkan tanggung jawabnya untuk mendidik. Dari kecil hingga besar, anak itu menerima didikan dari kaum perempuan. Apakah dia masih bisa memiliki kekerasan “Yang” ? Bisakah tidak menjadi “Yin menguat dan Yang melemah”?

Baca Juga :  Mau Kuliah? Ini Daftar Fakultas di UPH dan Keunggulannya

Dengan merujuk pada keadaan ini, sang guru menyarankan agar si ayah lebih banyak melakukan komunikasi dengan anaknya. Pendidikan keluarga di dalam rumah diutamakan menggunakan pendidikan dari ayah.

// Baca juga : Apakah Guru Menikmati Kegiatan Mengajar?

Maka dari itu, penulis berpandangan bahwa di dalam pendidikan keluarga harus diperkuat dengan pendidikan dari kaum pria. Terdapat perbedaan watak diantara pria dan perempuan, jika dibicarakan dari keseluruhan, ibu lebih lemah lembut, sedangkan ayah memiliki kekerasan “Yang”.

Perlu kelembutan, ketelitian, kesabaran serta perhatian dari sang ibu, dan kelapangan dada, serta watak yang terang-terangan dari sang ayah. Dalam mendidik anak harus mencapai keseimbangan antara Yin dan Yang. Untuk merubah kurangnya pendidikan keluarga dari kaum pria dan kelebihan pendidikan keluarga dari kaum perempuan. Maka pendidikan kaum pria harus diperkuat.

Namun, kekurangan pendidikan keluarga dari kaum pria acapkali akan membuat sang anak mengekspresikan perasaan murung. Berwatak lemah tak teguh, bernyali kecil serta memiliki ciri-ciri sifat aneh suka mengasingkan diri, minder dan lain-lain.

2. Untuk Pendidikan Keluarga kaum pria yang berani dan tegas

Justru pendidikan dari kaum pria inilah yang telah menutupi kelemahan ini. Ciri khusus dari kaum pria acapkali adalah teguh, berani, tegas, percaya diri, terus terang dan mandiri. Terhadap perempuan, sifat-sifat tersebut nampaknya agak kurang, hal tersebut telah menunjukkan efek dari pendidikan kaum pria yang tidak dapat digantikan.

Dipandang dari sudut cara mendidik, acapkali pendidikan keluarga dari kaum pria memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Lelaki lebih condong kepada kemandirian, maka dia akan mendidik anaknya untuk mandiri. Acapkali ayah tidak mau mewakili anaknya untuk memborong pekerjaan. Melainkan, memberi semangat kepada anaknya untuk menyelesaikan masalah secara mandiri, maka kadar untuk memanjakan anak agak sedikit. Kadang kala anak ini terjatuh, dia tidak menangis. Tetapi sang ibu bergegas datang menghampiri anak itu dan dipapahnya untuk berdiri. Sambil menepuknepuk tanah dan mengusap-usap bagian yang terjatuh, mengusap keluar air mata sang anak dengan paksaan. Sedangkan acap kali tidak demikian dengan sang ayah. Mereka akan berkata, “Mengapa berjalan tidak berhati-hati, berdirilah. Jalanlah kedepan lagi, ayah yakin kali ini pasti bisa berjalan dengan baik.”
  2. Kaum pria senang menempuh petualangan, maka terhadap tindakan sang anak yang menempuh petualangan sang ayah juga memberikan semangat yang sesuai. Jika si anak tersebut melompat turun dari undak-undakan yang tinggi, acap kali bisa mendapatkan kritikan yang pedas dari sang ibu. Tetapi tidak demikian dengan ayah, dia bisa mengacungkan jempol dan berkata kepada anak-nya, “Hebat!”
  3. Kaum pria senang berolah raga, senang mengajak anaknya pergi berlari. Berenang, mendaki, bermain bola, secara tidak sadar telah melatih ketekadan dari sang anak. Kemampuan gerak dari kaum pria lebih kuat, membiarkan anak bekerja bukan hanya menyapu lantai. Mengelap meja, tetapi bersama-sama dengan anak menggunakan alat perkakas seperti palu, pisau dan lain-lain. Mereparasi barang, membuat mainan, membina kemampuan bekerja dari anak dalam segala bidang.
  4. Semangat mencari tahu dari kaum pria lebih besar, acapkali bersama-sama dengan anak melakukan kegiatan untuk mencari tahu. Jikalau seorang anak membongkar sebuah mainan, acapkali dia bisa dimarahi oleh ibunya. Sedangkan ayahnya sering kali tidak berkeberatan, bahkan bisa bersama-sama dengan anak ikut membongkar mainan. Untuk memenuhi rasa ingin tahu dari anak, kemudian mengajari anak itu untuk memasangnya kembali.
Baca Juga :  Tidak Layak, Pemakaian Istilah ‘Diskualifikasi’ Dalam Lomba Tingkat SD

Maka dari itu, terhadap proses pertumbuhan seorang anak yang “sedikit pun tidak berdebu” bukanlah hal yang baik. Kalau begitu, sikap longgar dari kaum pria terhadap masalah kebersihan seorang anak. Sebaliknya malah bisa membantu dalam proses pertumbuhan seorang anak.

3. Ibu cermat dan ayah berfilsafat

Pada kenyataannya telah terbukti, bahwa masalah kecil dalam keseharian seorang anak acapkali menggantungkan ibunya. Tetapi di saat kritis dalam kehidupan, saat menghadapi masalah yang lebih besar, mereka akan menggantungkan pada ayahnya.

Percakapan antara ibu dan anak acapkali sangat cermat, sedangkan percakapan seorang ayah dan anaknya selalu mengandung filosofi. Di dalam mata hati seorang anak ibu bagaikan air, ayah adalah gunung. Air dan gunung saling bergantung, satu pun tidak boleh kurang. Karena itu, ketika mendidik anak, ayah dan ibu harus menuaikan tanggung jawabnya masing-masing, berat dan ringannya dilihat dari waktu.

// Baca juga: Resep Agar Anak Berkarakter.

Masa kecil anak, ibu harus bertanggung jawab lebih banyak, karena saat itu anak membutuhkan asuhan yang cermat dari ibu. Setelah anak itu tumbuh besar, ayah harus memberi didikan yang lebih banyak karena secara psikis akan mengalami perubahan. Merawat terlalu cermat malah bisa menimbulkan keantipatian.

Tidak peduli bagaimana pun juga, dalam masalah mendidik anak sebagai seorang ayah. Tidak boleh sama sekali melepas tanggung jawab dan tidak mau ikut mengurus, tanggung jawab ini harus diemban.

Pendidikan keluarga telah menghimbau kaum pria untuk turut mendidik, dan sebagai seorang ayah harus mengemban tanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya.

Sumber: Revoltase

Apa Tanggapan Anda ?