JAKARTA – Lahirnya PP 49/2018 tentang Manajamen Pegawai Pemerintang dengan Perjanjian Kerja (P3K) digadang-gadang untuk mengakomodir guru honorer yang tidak bisa mendaftar dalam seleksi CPNS 2018 karena terbatas usia. Dalam proses perekrutan P3K, tidak secara tiba-tiba diangkat begitu saja. Tetapi melalui seleksi seperti pada penerimaan CPNS.
Lewat tes tersebut, tentu tidak bisa mengakomodir guru honorer di Indonesia yang mencapai 736.000. Apalagi seleksi P3K terbuka untuk umum, siapapun asal memenuhi syarat bisa mengikutinya. Gaji P3K cukup menggiurkan, setara dengan PNS. Hanya saja P3K tanpa uang pensiun.
Lalu bagaimana nasib kesejahteraan guru honorer yang tidak bisa menjadi PNS dan P3K? Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko mengaku pemerintah tetap akan memikirkannya. Yakni dengan menaikkan honor yang diterima.
“Gajinya akan disesuaikan. Pendekatannya pendekatan kesejahteraan,” ujar Moeldoko dilansir dari kompas.com.
Meski demikian, Moeldoko belum dapat memastikan berapa kenaikan honor yang bakal diterima guru honorer. Menurut dia, soal angka kenaikan masih dalam tahap penghitungan oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
“Soal itu (besaran kenaikan honor), saya belum bisa jawab pasti, karena itu ada hitung -hitungannya antara Menkeu dengan Menteri PAN-RB,” ujar Moeldoko.
Moeldoko menjelaskan, pemerintah tidak mungkin membuat kebijakan untuk mengangkat semua honorer menjadi PNS. Harus diakui, tidak semua honorer memiliki standar kompetensi yang mumpuni.
“Kita tidak ingin korbankan masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah. Kalau dipaksakan jadi PNS, resikonya meluas,” jelasnya dilansir butonpos.fajar.co.id.
Oleh karenanya, memberikan kesempatan honorer untuk mendapat kesejahteraan setara PNS sudah cukup ideal. Terkait kekhawatiran kontrak yang terbatas, mantan Panglima TNI itu menyebut, masih bisa diperpanjang. Selama memenuhi standar dan lolos tes. “Apa susahnya sih setiap tahun tanda tangan kontrak,” tuturnya
P3K Dianggap Sama dengan PTT
Dilansir dari pikiranrakyat.com, Ketua Umum IGI Muhammad Ramli Rahim menegaskan, PP 49/2018 juga tak menjamin kejelasan nasib guru honorer. Dalam regulasi tersebut tak disebutkan dengan pasti sumber penggajian akan berasal dari kas pusat atau daerah.
Menurut dia, isi dari PP tersebut hanya memindahkan tanda tangan bupati/walikota atau gubernur kepada menteri.
“Isi PP tak banyak berbeda dengan sistem pegawai tidak tetap (PTT) atau honorer selama ini. Saya sudah baca salinan PP tersebut, kesimpulannya hampir bisa dipastikan honorer yang ada saat ini akan sangat banyak yang kehilangan statusnya karena tidak memiliki sertifikat,” ucapnya.
Ia menuturkan, pemerintah sesungguhnya mampu memenuhi kebutuhan guru di sekolah negeri dengan status pegawai negeri sipil. Kendati demikian, hal tersebut terbentur oleh UU Aparatur Sipil Negara yang di dalam salah satu pasalnya menyebutkan guru honorer dengan usia di atas 35 tahun tak bisa jadi PNS.
Dia menilai, PP 49/2018 berpotensi mendapat gugatan dari para guru honorer. Kendati mengkritisi PP tersebut, Ramli juga mengimbau para guru honorer segera memiliki sertifikat profesi.
“Dari penelusuran IGI, guru honorer dari sekolah negeri masuk dalam kategori minim memiliki sertifikat profesi,” katanya. (Siedoo)