JAKARTA – Meski dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2018/2019 dengan sistem zonasi ada persoalan, pemerintah tetap akan melaksanakan sistem serupa di tahun ajaran 2019/2020. Hal itu dilakukan tidak lain untuk perluasan akses, pemerataan mutu, dan percepatan terwujudnya guru profesional.
“Pada tahun yang akan datang Kemendikbud akan menerapkan kebijakan sistem zonasi,” kata Mendikbud Muhadjir Effendy dilansir dari kemdikbud.go.id.
Kebijakan tersebut diharapkan akan mempercepat pemerataan kualitas pendidikan di seluruh tanah air. Termasuk, memudahkan penanganan dan pengelolaan guru, mulai dari distribusi, peningkatan kompetensi, pengembangan karir.
“Dan penyaluran bantuan penyelenggaraan berbagai kegiatan yang dilakukan guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah,” tandasnya.
Kegiatan-kegiatan itu, dapat dilakukan melalui kegiatan di kelompok/musyawarah kerja guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah (KKG, MGMP, KKS, MKPS, KKPS, atau MKPS).
Melansir dari pikiranrakyat.com, penerapan sistem zonasi mewajibkan guru untuk aktif mendatangi setiap keluarga yang memiliki anak usia sekolah. Pasalnya, pada tahun ajaran baru 2019, proses PPDB tidak akan digelar seperti biasanya dengan membuka pendaftaran di masing-masing sekolah. Kepala sekolah dan guru harus mulai mendata jumlah calon siswa di setiap zona sejak Januari 2019.
Muhadjir optimistis sistem zonasi dapat memenuhi target wajib belajar 12 tahun untuk lebih mudah dicapai. Dengan catatan, sekolah bersama aparat daerah dapat lebih aktif mendorong anak-anak usia sekolah untuk belajar di sekolah atau pendidikan kesetaraan.
“Kita balik, kalau dulu sekolah menunggu siswa datang mendaftarkan diri. Mulai tahun depan, sekolah aktif mendatangi keluarga-keluarga yang memiliki anak usia sekolah untuk masuk sekolah, bersama aparat daerah,” cetusnya.
Yang tidak mau di sekolah, harus dicarikan alternatif, yaitu di pendidikan kesetaraan. Sehingga tidak boleh lagi anak usia wajib belajar 12 tahun yang tidak belajar.
Optimalisasi zonasi dalam penerimaan siswa baru, diyakini dapat berjalan lebih baik dan mencerminkan keberadilan. Melalui zona-zona yang ada, peta guru dan sarana prasarana pendidikan menjadi lebih jelas. Hal tersebut memudahkan pemerintah dalam menangani beragam permasalahan pendidikan nasional.
Jika sebelumnya populasi sumber daya unggulan terkonsentrasi pada sekolah-sekolah tertentu yang dianggap berkualitas atau favorit, maka ke depan semua sekolah akan didorong memiliki kualitas yang baik. Penerapan sistem zonasi didesain untuk pemerataan pendidikan dan mengatasi persoalan ketimpangan di masyarakat.
“Selain itu, sistem zonasi juga menjadi langkah strategis dalam penerapan pendidikan karakter,” katanya.
Ia menuturkan, menciptakan ekosistem pendidikan sangat penting bagi penerapan pendidikan karakter. Menurut dia, beban orang tua pun akan berkurang saat jarak sekolah dekat dengan tempat tinggal siswa.
Baik dari sisi finansial ataupun psikologis. Orang tua tak lagi khawatir karena mampu ikut mengawasi anaknya dengan lebih intens.
“Dalam proses berjalan ke sekolah itu juga siswa bisa belajar etiket warga negara. Orang tua dan masyarakat sekitar ikut terlibat dalam pendidikan karakter zonasi ini, adalah terjemahan operasional dari ekosistem pendidikan yang dimaksud dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional itu,” jelasnya. (Siedoo)