SURABAYA – Terdapat tiga pilar penting dalam menanamkan metode pembelajaran bagi mahasiswa milenial untuk siap menghadapi era industri 4.0. Pertama, yaitu sumber literasi yang semakin beragam. Meliputi digital, teknologi dan human literatur, ekstra kurikuler untuk meningkatkan leadership, teamwork dan juga entrepreneurship.
Kedua adalah metode pembelajaran hybrid learning, yaitu pembelajaran yang bisa dilakukan melalui daring atau online. Sedangkan pilar ketiga adalah life longlearning.
“Untuk pilar ketiga ini, seharusnya kampus bisa menjadi rumah kedua bagi mahasiswanya. Sehingga pascalulus nanti, ia akan senantiasa kembali ke kampusnya ketika ingin belajar ilmu baru,” jelas Staf Ahli Bidang Akademik Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Prof Dr Paulina Pannen MLs.
Ia menyampaikan itu saat menjadi pemateri Sidang Paripurna Majelis Senat Akademik (MSA) dari 11 Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) di Surabaya, Jawa Timur. Mereka mendiskusikan metode pembelajaran bagi generasi milenial.
“Misalkan, ketika saya di pekerjaan saya membutuhkan ilmu e-commerce dan ingin mempelajarinya di kampus saya terdahulu. Kebanyakan disuruh ambil jurusan manajemen dan belajar dari awal. Di sinilah peran PTNBH harus dinamis dalam membuat peraturan akademik,” jelas Paulina.
Menurutnya, untuk kasus yang ia contohkan tersebut. Harusnya alumni atau seseorang, tidak harus berkuliah secara full ketika ingin belajar satu ilmu baru. Cukup di kampus tersebut disediakan kelas khusus atau pembelajaran melalui daring untuk memenuhi kebutuhan akan ilmu tersebut.
Ia juga mengatakan, di setiap program studi yang ada di perguruan tinggi, baik perguruan tinggi sosial-sains maupun sains dan teknologi, semua harusnya memiliki partner industri untuk tempat belajar kedua bagi mahasiswanya selain kampus. Sedangkan pembicara kedua dalam diskusi tersebut Pakar Metode Pembelajaran dari Universitas Padjajaran (Unpad) Prof Ir Tarkus Suganda MSc PhD menjelaskan ciri-ciri generasi yang juga sering disebut generasi Z ini.
Berdasarkan survey dari harian Washington Post dikatakannya, generasi Z ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut. Kurang fokusnya terhadap sesuatu, gampang teralihkan, memiliki kemampuan multitasking, senang mengambil langkah lebih awal atau pionir, lebih memiliki jiwa entrepreneur, gadget adiktif dan terlalu menaruh ekspektasi terlalu tinggi terhadap sesuatu yang berhubungan dengan mereka.
Tarkus juga menjelaskan, generasi ini juga memiliki kecenderungan konsentrasi mereka akan bertahan hanya dalam waktu 10 menit. Jika sesuatu itu ia anggap tidak menarik, mereka akan tinggalkan dan tidak hiraukan.
“Oleh karena itu dibutuhkan metode yang variatif untuk mengajar para generasi milenial ini,” katanya.
Pembicara lain yang juga dihadirkan dalam diskusi tersebut adalah Dr Tjut Rifameutia Umar Ali MA, pakar psikologi pendidikan dari Universitas Indonesia. (Siedoo)