YOGYAKARTA , siedoo.com – Era Revolusi Industri (RI) 4.0 sangat erat kaitannya dengan perkembangan informasi dan teknologi saat ini. Semua harus bersiap dalam menghadapi era yang serba cepat tersebut.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universiras Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof. Dr. Catur Sugiyanto, M.A menyatakan di era RI 4.0, 75 – 375 juta manusia di dunia terancam pindah profesi
“65 persen manusia sekarang tidak mengetahui nantinya memiliki profesi seperti apa,” tandasnya dilansir dari ugm.ac.id.
Catur juga menyoroti masalah semakin tersingkirnya posisi manusia dalam industri karena RI 4.0 ini. Masa hidup perusahaan semakin pendek, kebanyakan lebih dahulu mati atau digantikan usaha baru.
Akibatnya, seperti yang dinyatakan Catur di awal, maka tenaga kerja juga harus siap berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya.
Kepala Kantor Urusan Internasional UGM, I Made Andi Arsana, Ph.D menyatakan hal tersebut disebabkan karena karakteristik era RI 4.0, yakni big data, internet of things, cloud computing, dan cognitive computing.
Semua karakteristik tersebut bermuara pada terciptanya cyber physical system atau yang dikenal sebagai robotisasi yang mulai banyak digunakan di Industri.
“Banyak pekerjaan manusia mulai digantikan dengan mesin. Tenaga manusia menjadi komoditas sekunder karena penggunaan mesin lebih menguntungkan,” ucapnya.
Menurut Made, jika sudah sampai ke tahap ini, manusialah yang perlu melakukan adaptasi. Hal itu dapat dilakukan dengan peningkatan skill terhadap teknologi itu sendiri.
“Jadi kita harus belajar lagi, skill tidak terbatas bidang. Orang sosial bisa saja lebih paham teknologi daripada orang teknik,” sebutnya.
Ditandaskan, tujuan pendidikan adalah keterbukaan pikiran. Ia berpesan untuk memegang satu hal dalam era ini.
“Hal yang perlu dipertahankan adalah nilai, bukan tradisi. Tidak masalah ruang dan waktu sudah berubah, tapi esensi kudu tetap,” jelasnya.
Tantangan Generasi Milenial
Generasi milenial juga punya tantangan tersendiri dalam RI 4.0 ini. Kasubdit Penalaran dan Kreativitas Direktorat Kemahasiswaan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI (Kemenristekdikti), Misbah Fikrianto menyatakan, revolusi tersebut terutama untuk generasi Z yang lahir tahun 1995-2000 ini punya tantangan.
“Kita suka menyebutnya generasi serba instan dan generasi follower,” katanya dalam memberi kriteria generasi milinial dikutip dari liputan6.com.
Ditandaskan, generasi milenial sangat gencar memanfaatkan teknologi dan mengikuti arus digital. Tantangannya terkait literasi data.
“Mesti ada cara tepat generasi milineal tidak hanya mendapatkan data dan informasi, tapi mereka juga harus punya kemampuan mengolah dan menyerap informasi,” kata Misbah.
Tantangan generasi milenial juga terkait literasi teknologi. Sehingga kaum milenial bisa mengembangkan dan memanfaatkan dengan baik teknologi yang digunakan.
“Generasi milenial tidak hanya cerdas, tapi harus punya karakter baik,” tambah Misbah.
Era RI 4.0 Dalam Pandangan Ketua DPR RI
Di sisi lain, Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta mahasiswa mempersiapkan diri dalam menghadapi RI 4.0. Ia berpesan agar mahasiswa dapat melahirkan ide dan gagasan yang solutif, seiring dinamika ekonomi dunia yang semakin cepat. Karenanya peran mahasiswa tidak hanya terbatas di ruang kelas dan pembelajaran saja.
“Tantangan terbesar di depan mata kita adalah terjadinya Revolusi Industri 4.0 yang ditandai kemajuan digital technology, artificial intelligence, internet of thing, big data dan robotisasi. Jika tidak diantisipasi dengan cepat dan tepat, akan berdampak negatif bagi dunia industri dan ketenagakerjaan kita,” ujar Bamsoet dilansir dari detik.com.
Karena itu, dahsyatnya kekuatan teknologi informasi yang terdapat dalam smartphone, jangan sampai disalahgunakan ke arah negatif seperti pornografi, pornoaksi, narkoba maupun tindakan negatif lainnya.
“Di era saya, susah sekali mau berwirausaha. Syukur alhamdulillah, saat ini banyak anak-anak muda kita yang sudah merintis berbagai start-up dengan ide inovatif seperti Gojek, Bukalapak, Ruang Guru dan lainnya. Kehadiran teknologi digital mampu melahirkan wirausaha-wirausaha baru yang tangguh. Ini menguatkan keyakinan saya bahwa sesungguhnya masa depan ekonomi Indonesia ada di tangan anak-anak muda,” jelas Bamsoet.
Dikatakan, sebuah negara bisa dikatakan semakin maju apabila memiliki sekurang-kurangnya 2 persen kelompok wirausaha. Indonesia hingga saat ini sudah berhasil menciptakan kelompok wirausaha sebanyak 1,5 persen.
Bangsa Indonesia harus bekerja lebih keras lagi untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Melalui pemanfaatan teknologi informasi dan pembinaan yang berkelanjutan, kewirausahaan di kalangan mahasiswa akan tumbuh dan berkembang pesat.
“Sejalan dengan itu, perguruan tinggi juga harus berani melakukan terobosan. Program studi baru perlu dirintis agar sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan pada era Revolusi Industri 4.0,” katanya.
“Perguruan tinggi harus mulai bicara mengenai Artificial Intelligence, Internet of Things, Big Data dan Robotisasi. Cyber University atau sistem perkuliahan online juga perlu dikembangkan agar dapat membantu anak-anak muda dari berbagai daerah terpencil yang selama ini sulit menjangkau jenjang perguruan tinggi,” tambahnya. (siedoo)